KESUSASTRAAN ARAB I
SASTRAWAN
ARAB PRA-ISLAM
OLEH
KELOMPOK
II
MUH
TAHIR BADDU
HIKMAWATI
AHMAD
NURLIA
SARI ILYAS
RISKA
DAMAYANTI
SALMA
LANDU
SITI
MARYAM
JURUSAN
SASTRA ASIA BARAT
FAKULTAS
SASTRA
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
2012/2013
KATA
PENGANTAR
Tiada kata yang pantas kami ucapkan selain mengucap kata syukur yang sebesar-besarnya kepada Sang Khalik, Allah Swt. Karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan sesuai target waktu yang telah kami rencanakan sebelumnya.
Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang turut mengambil andil
dalam terselesaikannya makalah ini, baik itu secara langsung maupun tidak
langsung. Semoga segala usaha dalam menyelesaikan makalah ini mendapat
keridhoan dari oleh Allah Swt, Amin.
Pemakalah
dalam membuat makalah ini mungkin masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu,
kami memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Dengan
demikian, pemakalah berharap makalah ini dapat ember manfaat bagi pembaca,
khususnya bagi mahasiswa Sastra Asia Barat. Semoga setelah membaca makalah ini,
pembaca dapat tergugah hatinya bahwa pentingnya mengetahui tentang kesusastraan
Arab.
Makassar,
29 Februari 2013
PENULIS
Sejarah sastra Arab mencatat beberapa penyair al-Mu’allaqat, diantaranya
yaitu Ummrul Al-Qais bin Hujrin bin al-Harits, Zuhair bin Abi Sulma, An-Nabigoh
adz-dzibiani, Lubaidbin Rabia’ah dan Umayah Bin Abi Ash-shalt. Beberapa ahli
sastra Arab berpendapat bahwa puisi umrul qais dapat digolongkan pada kelas
tertinggi dari golongan penyair jahiliyah.
Seluruh hasil karya dari beberapa penyair tersebut semuanya dianggap
sebagai hasil karya syair terbaik yang pernah dihasilkan oleh bangsa arab. Oleh
karena itu kami berminat untuk mengkaji lebih dalam mengenai sastrawan Arab
pada masa pra-islam.
B.
Rumusan Masalah
1. Siapakah sastrawan yang menjadi penyair pada masa
pra-Islam?
C.
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan mengenal satrawan Arab
pada masa Jahiliyah pra-Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Dikalangan
Bangsa Arab Jahiliyah banyak terdapat kenamaan yang mempunyai reputasi tinggi
serta pengaruh yang kuat dan paling terkenal keindahan syairnya karena
disebabkan sebagian hasil karya mereka masih utuh dan terjaga hingga sekarang.
Berikut ini akan dikemukakan secara ringkas
riwayat beberapa sastrawan arab jahiliyah pra-islam tersebut
Menurut
pandangan orang arab, Syair adalah puncak keindahan dalam sastra, sebab syair
itu adalah bentuk gumbahan yang dihasilkan dari kehalusan perasaan dan
keindahan daya khayal.
Sejarah
Sastra Arab mencatat 10 penyair Al-Mu’allaqat diantaranya yakni :
Umrul qais adalah penyair arab jahili yang hidup pada 150 tahun sebelum
hijriyah.julukannya Al-malik Ad dhalil,Penyair ini berasal dari suku kindah
yang pernah berkuasa penuh diyaman.Karena itu penyair ini dikenal dengan
penyair yaman (HADRAMAUT).Umrul qais adalah anak dari seorang raja yaman bernama Hujur Al-kindy,ibunya Fatimah
binti Rabia’ah,Umul Qais dibesarkan
diNejed dengan kehidupan yang melimpah dan dalam lingkungan keluarga yang suka
foya-foya.Umrul qais sering mabuk-mabukan,bermain cinta dan melupakan kewajiban
sebagai putra mahkota yang seharusnya mengawas diri dan melatih diri menjadi
pemimpin masyarakat.
Ketika Umrul qais itu sedang asyik berfoya-foya,tiba-tiba datang
kabar kematian ayahnya terbunuh ditangan
kabilah bani asaf yang sedang memberontak kepada kekuasaan ayahnya.kematian
ayahnya menuntun umrul qais itu untuk kembali ke Nejed agar dapat membalas
kematian orang tuanya.tak lama kemudian penyair ini berangkat menuju ke Nejed untuk menuntut kematian orang
tuanya,untuk melaksanakan niatnya itu Umrul qais meminta bantuan kepada
kabilah-kabilah Arab yang berada dsekitarnya.sehingga pertempuran ini
berkecamuk lama dan akhirnya ia terdesak,melarikan diri menuju kekerajaan
Romawi Timur (BIZANTIUM) di turki.ditengah perjalanan penyair itu terbunuh oleh
musuhnya dan dimakamkan dikota angkara turki.
Orang yang mempelajari karya Umrul qais secara mendalam maka dia akan
mengerti bahwa keindahan syairnya terletak pada caranya yang halus dalam syair
ghazalnya.ditambah dengan istiarah(kata kiasan) dan majas(perumpamaan)sehingga
orang banyak beranggapan bahwa dialah yang menciptakan perumpamaan dalam syair
arab.
Ada satu contoh yang menunjukan kelihaian penyair ini dalam
menggambarkan sutu kejadian atau peristiwa dengan gayanya yang khas sehingga
bayangan yang ada seperti benar-benar terjadi.
Kutipan syair umrul qais yang mengisahkan kepada kita tentang suatu
kesusahan dan kegelisan yang dialami pada
smuatu malam hari,sebagai berikut:
وليل كموج البحر أرخى سدوله # علي بأنوع الهموم ليبتلى
فقلت له لما تمطى بصلبه # واردف اعجازا وناء بكلكل
اﻻايهاالليل الطويل اﻻ انجلى# بصبح وما اﻻء صباح منك بأمثل
فيا لك من ليل كان نجومه # بكل مغار الفتل شدت بيذ بل
Yang
artinya:
Malam
bagaikan gelombang samudra menyelimutkan tirainya padaku,dengan kesedihan untuk
membencanaiku.
Aku
berkata kepada kala ia menggeliat merentang tulang punggungnya dan siap
melompat menerkam mangsanya.
Wahai
malam panjangmengapa engkau tidak segera
beranjak pergi digantikan pagi yang tiada pagi seindah kamu.
Oh……..malam
yang gemintangnya,bagaikan terjerat ikatan yang kuat.
Contoh
diatas memberikan gambaran kepada kita,Bagaimana kah penyair itu memberikan
gambaran yang paling besar akan kerasahan yang melandanya dan
dialaminya.Rahasiah keindahan syair ini adalah penyair tidak menjelaskan atau
menceritakan keresahan yang dialaminya secara langsung.bahkan ia memberikan
perumpamaan terlebih dahulu dan suatu pemisalan yang dekat dengan makna
aslinya.Syair ini adalah syair yang abadi,tak lekan dimakan zaman karna
imajinasi yang sangat kuat, daya khayalan yang tinggi dan maknanya dalam,isi
pada syair ini kondisional,situasional saat seseorang dilanda
keresahan,kegelisahan,banyak masalah yang diderita dan lainnya ketika membaca
menghayati juga mendalami kandungan syair ini akan menemukan sesuatu kesamaan
rasa dan kesamaan konflik atau penokohannya.
Walaupun
terkadang syairnya mengandug sifat kebaduian dalam ungkapan kering dan
kasar,dengan makna-makna yang seram.tetpi imajinasi sangat kuat sekali,kadang
terlihat dalam membayangkan sesuatu yang keemasan yang menampilkannya indah
sekali maknanya memukau dan menusuk relung hati yang paling dalam.
Syair
Umrul Qais bias seperti itu disebabkan oleh beberapa factor yakni karna keadaan
geografis wilayah yang ganas,pergaulannya bersama suku badui yang cenderung
kasar tapi mungkin positifnya ia bias mempunyai imajinasi yang kuat dan bebas
mungki karna bergaul dengan mereka yang notabene nya orang dan pikirannya
bebas,terus yang terakhir keadaan pisikologis dan sikis penyair ini pada masa
usia beliau sudah mengalami guncangan yang cukup dahsyat.
Perlu
diketahui latar belakang penciptaan syair diatas menceritakan pengalamandan
kehidupan pribadi sang penyair itu sendiri.meski umrul qais dijuluki sabagai
raja dari segala raja penyair tapi perlu diketahui orang arab yang pertama kali
menciptakan syair arab ialah MAHALHIL BIN RABIA’AH ATTHAGHRIBI. tak
terbantahkan lagi pengaruh Umrul qais dalam syair bahasa arab sangat kental,kendati
mahalhil atau orang arab sebelum mahalhil sebagai pencetus tetapi sebagai
penyair yang memeberikan sumbangsih yang sangat besar,pengaruhnya abadi,dan
banyak ditiru oleh generasi penyair masa jahiliah dan mungkin sampai sekarang
generasi modern atau generasi selanjutnya yang akan mendatang.
Penyair ini memiliki nama asli An-Nabighah Az-Zibyani Abu Umamah Ziyad
bin Muawiyah. Namun, ia lebih terkenal dengan panggilan an-Nabighah, yang
berarti seorang yang pandai berpuisi, karena memang sejak muda ia pandai
berpuisi. An-Nabighah merupakan salah seorang tokoh penyair terkemuka Arab
Jahiliyyah dan juga menjabat sebagai dewan hakim dalam perlombaan puisi yang
diadakan di pasar Ukadz.
Penyair ini selalu berusaha mendekatkan dirinya kepada para pembesar dan
menjadikan puisinya sebagai alat yang paling ampuh untuk mendapatkan kedudukan
dan kekayaan. Oleh karena itulah ia kerapkali dihasut oleh lawannya.
An-Nabighah termasuk salah seorang pemimpin para bangsawan kabilah
Dzubyan, hanya saja karena usahanya mendapatkan harta melalui puisi, mengurangi
kemuliaannya. Hampir seluruh umurnya, ia habiskan di kalangan keluarga raja
Hira, sehingga raja Hira yang bernama Nu'man bin Mundzir sangat cinta
kepadanya, sehingga dalam suatu riwayat dikatakan bahwa penyair ini di kalangan
raja Hira selalu memakai bejana dari emas dan perak, dan hal itu menunjukkan
kedudukannya yang tinggi di sisi raja Hira. Hal itu berlangsung cukup lama,
sampai salah seorang saingannya memfitnahnya dan menghasut Nu'man, sehingga ia
marah dan merencanakan untuk membunuh An-Nabighah. Salah seorang pengawal
Nu'man secara diam-diam menyampaikan berita tersebut, sehingga An-Nabighah pun
segera melarikan diri dan meminta perlindungan kepada raja-raja Ghossan yang
menjadi saingan raja-raja Manadzirah dalam memperebutkan penguasaan atas bangsa
Arab.
Namun, karena lamanya persahabatan yang ia jalin dengan Nu'man bin
Mundzir, An-Nabighah berusaha untuk membersikan diri atas fitnah yang ditujukan
kepadanya dan meminta maaf kepadanya dengan puisi-puisinya untuk melenyapkan
kebencian Nu'man dan meluluhkan hatinya, serta menempatkan kembali posisinya
semula di sisi raja Nu'man bin Mundzir. Hal tersebut dapat dilihat dalam puisi
i'tidzariyat (permohonan maaf)-nya di bawah ini:
فإنك شمس والملوك كواكب ¤ إذا طلعت لو يبد منهنّ كوكب
"sesungguhnya
engkau bagaikan malam yang kujelang meski aku didera kehampaan, tapi tempat
berharap maaf darimu sungguh luas membentang"
Sebagian
besar ahli sastra Arab mendudukan puisi an-Nabighah pada deretan ketiga sesudah
sesudah Umru al-Qais dan Zuhair bin Abi Sulma. Hanya saja penilaian ini sangat
relatif sekali, karena setiap orang pasti mempunyai penilaian masing-masing.
Walaupun demikian karya puisi merupakan puisi yang sangat tinggi nilainya.
Karena pribadi penyair ini sangat berbakat dalam berpuisi. Oleh sebab itu,
tidak heran bila penyair ini diangkat sebagai dewan juri dalam setiap
perlombaan berdeklamasi dan berpuisi tiap tahun di pasar Ukadz.
Dalam
perlombaan deklamasi dan berpuisi itu, para penyair berdatangan dari segala
penjuru tanah Arab semuanya berkumpul di pasar Ukadz, Daumat al-Jandal, dan
Dzil Majanah. Dalam kesempatan ini, mereka mendirikan panggung untuk dewan
juri, dan salah seorang dari dewan juri itu adalah an-Nabighah sendiri, karena
dia dikenal sebagai seorang yang mahir dalam menilai puisi. Dan apabila ada
puisi yang dinilai baik, maka puisi itu akan ditulis dalam lembaran khusus
dengan menggunakan tinta emas, kemudian digantungkan pada dinding Ka'bah
sebagai penghormatan bagi penyairnya.
Keistimewaan
puisi an-Nabighah bila dibandingkan dengan puisi Umru al-Qais dan Zuhair bin
Abi Sulma, maka puisi an-Nabighah lebih indah dan kata-katanya lebih mantap,
bahasanya sederhana sehingga mudah dimengerti oleh semua orang. Dan para
penyair lain pun tidak jarang yang meniru gaya an-Nabighah dalam berpuisi,
sehingga orang yang suka akan kelembutannya puisinya, seperti Jarir, menganggap
bahwa ia merupakan penyair Jahiliyyah yang paling piawai. Ketergiurannya untuk
mencari penghidupan dengan puisi, justru membuka teknik baru dalam jenis puisi
madah (pujian) serta melakukan perluasan dan pendalaman dalam jenis puisi itu,
sehingga dia mampu memuji sesuatu yang kontradiktif.
Kepiawaiannya
itu terlihat ketika pada suatu hari ia hendak memuji raja Nu'man bin Mundzir
yaitu seorang raja yang paling disukainya. Waktu itu ia melihat matahari yang
sedang terbit dengan terang. Oleh karena itu raja Nu'man diumpamakan dalam
puisinya sebagai matahari yang terbit, dimana matahari bila sedang terbit, maka
sinarnya itu akan mengalahkan sinar bintang di malam hari.
Untuk itu
penyair itu berkata seperti di bawah ini
فإنك شمس والملوك كواكب ¤ إذا طلعت لو يبد منهنّ كوك
"Sesungguhnya
kamu adalah matahari dan raja-raja selainmu adalah bintang-bintangnya, yang
mana bila matahari terbit, maka bintang-bintang itupun akan hilang dari
penglihatan".
Selain dari
bait puisi di atas, masih banyak lagi dari kumpulan puisinya yang diterjemahkan
dan diterbitkan dalam bahasa perancis oleh monsiur dierenburg pada tahun 1868,
karena puisinya banyak digemari orang.
An-nabighah
mempunyai diwan (antologi) puisi yang dikomentari oleh batholius (ibnu sayyid
al-batholius) yang telah berulang-ulang dicetak, meskipun antologi puisinya itu
tidak menghimpun seluruh puisinya. Di antara puisinya yang paling indah adalah
yang terdapat di dalam mu'allaqat-nya yang bait-bait pertamanya yang artinya:
‘’ "berhentilah kalian untuk menyapa, menyalami, sungguh
indah reruntuhan perkampungan, apa yang kalian salami adalah timbunan tanah dan
bebatuan"
"tanah lenggang, sepi dari
binatang liar, dan telah diubah oleh hembusan badai serta hujan yang datang dan
pergi"
"aku berdiri di atasnya, ditengah
reruntuhan dan bertanya kepadanya tentang serombongan unta yang biasa lewat di
sana"
"reruntuhan rumah yang indah ,
demikian asing, membisu tak mau berbicara pada kami, dan reruntuhan rumah itu,
andai ia mau berbicara pada kami, pasti ia punya banyak cerita"
Di antara
puisi-puisinya yang lain,
وأنت كالدهر مبثوثا حبائله ¤ والدهر لا ملجأ منه ولا هرب
أضحت خلاء وأضحى أهلها احتملوا ¤ أخنى عليها الذى أخنى على لبد
نبئت أن أبا قابوس أوعدنى ¤ ولا قرار على زأر من الأسد
فلو كفى اليمين بغتك خونا ¤ لأفردت اليمين عن الشمال
"engkau
bagaikan sang masa, terbentang luas tali-tali kasihnya. Sang masa, tak ada
tempat berlindung dan tempat melarikan diri selainnya"
"sahara menjadi lengang,
penduduknya memikul beban, yang menghancurkan lubad telah dihancurkannya"
"aku mendapat berita bahwa abu
qabus mengancamku, tapi dalam auman singa tak ada yang pasti"
"jika golongan kanan cukup
menimbulkan kebencianmu, karena berkhianat. Sungguh aku sendiri dari golongan
kanan yang berasala dari golongan kiri
Nama lengkapnya adalah Lubaid bin Rabi'ah bin Malik. Ia
sering juga dijuluki Abu 'Uqail al-'Amiry. Ia termasuk salah satu penyair yang
disegani pada masa jahiliyyah. Ia berasal dari kabilah Bani 'Amir Ibnu
Sho'sho'ah, yaitu salah satu pecahan dari kabilah Hawazin Mudhar. Ibunya berasal
dari kabilah 'Abas. Lubai dilahirkan sekitar tahun 560 M. Selain sebagai
penyair, ia juga dikenal sebagai orang dermawan dan pemberani. Sifat
kedermawanannya diwarisi dari ayahnya yang dijuluki dengan "Rabi'
al-Muqtarin". Sedangkan sifat keberaniannya diwarisi dari kabilahnya.
Lubaid bin Rabi'ah al-Amiri adalah penyair Jahiliyyah
yang memiliki usia yang panjang. Dia berumur 145 tahun, dan sempat mendapatkan
masa Islam. Namun, penyair ini tetap digolongkan ke dalam penyair Jahiliyyah,
karena sesudah masuk Islam, ia tidak mengucapkan puisi lagi kecuali hanya satu
bait saja.
Dahulu, di antara kabilah Bani 'Amir dengan kabilah Bani
'Abas terjadi permusuhan yang sengit. Hingga akhirnya kedua utusan dari kedua
kabilah tersebut dipertemukan dihadapan al-Nu'man bin al Mundzir. Dari Bani
'Abas diantaranya ada al-Rabi' bin Ziyad dan dari Bani Amir diantaranya ada
para pendekar. Pada saat itu al Rabi' dan al Nu'mân duduk-duduk bersama
menikmati hidangan makan dan minum. Ia merasa iri dengan orang-orang dari Bani
Amir, maka iapun menyebut-nyebut aib dan kekejian mereka. Maka ketika utusan
dari mereka masuk menemui al-Nu'man, ia tak memperdulikannya dan memalingkan
mukanya. Hal inilah yang kemudian membuat mereka jengkel, dan kemudian keluar
dengan wajah memerah karena kemarahan. Pada saat kejadian itu, Lubaid masih
kecil, sehingga ketika ia bertanya tentang siapa saja para ahli pidato dari
mereka, ia pun diejeknya karena dianggap belum cukup umur. Ia begitu sangat
berharap bisa bergabung dengan mereka. Iapun bersumpah akan memberi pelajaran
kepada al-Rabi' kelak nanti di hadapan al-Nu'man. Sumpahnya akhirnya terwujud,
al-Nu'man akhirnya membenci al-Rabi' dan ia tak lagi mau menemuinya serta
melaknatnya. Setelah itulah, Bani 'Amir mulai terangkat. Raja menghormati mereka
dan memenuhi segala kebutuhannya. Inilah awal dari popularitas Lubaid. Ia
melantunkan puisi-puisi singkat dan puisi-puisi panjangnya. Ketika puisinya
dilantunkan, an-Nabighah pun mengakui bahwa Lubaid adalah seorang penyair yang
paling ulung dari kalangan Kabilah Hawazin dengan usia yang masih relatif muda.
Puisi yang membuat al Nâbighah terbius adalah puisi pada mu'allaqahnya yang bait
pertamanya berbunyi :
عفت الديار محلها فمقامها ¤ بمنى بأبد غولها فرجامها
"Bekas-bekas
reruntuhan perkampungan itu telah lenyap, tempatnya di mina, tanahnya rendah
dan tingginya menyeramkan"
Mendengarkan puisinya itu, lalu an-Nabighah
berkata:
"Pergilah hai anak, sesungguhnya
kamu akan menjadi penyair suku qais yang terkenal
Para ahli
sastra Arab menggolongkan puisinya ke dalam kelas tinggi, yang dilihat dari
segi kesopanan dan lebih condong kepada ketuhanan. Dalam puisinya banyak
menunjukkan sifat mulia dan kemauannya yang keras dalam mencapai martabat yang
tinggi. Yang paling menonjol sekali dari puisinya, ia tidak pernah mengejek
atau menjelek-jelekan siapa pun, dan juga tidak pernah merendahkan diri kepada
orang besar (raja atau bangsawan). Karena penyair ini tidak menjadikan puisinya
sebagai modal untuk mencari kedudukan ataupun harta kekayaan seperti yang
banyak dilakukan oleh penyair Jahiliyyah lainnya. Sebaliknya ia selalu
membanggakan kaumnya yang selalu berusaha mendapatkan kemuliaan dalam menolong
orang yang lemah.
Ketenaran
penyair ini juga tidak menghalanginya untuk beriman kepada Nabi Muhammad Saw.
Dalam suatu riwayat diceritakan, bahwa pada suatu hari ketika rombongan yang
diperintahkan oleh Nabi Saw untuk mendakwahkan Islam di Madinah, dan Lubaid
mulai tertarik akan agama Islam yang dibawa oleh Nabi Saw. Akan tetapi, pada
saat itu ia masih belum menyatakan keislamannya. Setelah beberapa tahun
kemudian barulah ia bersama rombongannya datang kepada Rasulullah Saw untuk
menyatakan keislamannya, dan ia kembali pulang ke kabilahnya dan menerangkan
mengenai surga, neraka, hari kebangkitan, dan mengajarkan al-Quran kepada
kaumnya.
Diwan Lubaid
telah dikodifikasikan oleh banyak sekali para sastrawan terkenal. Sedangkan
periwayatan yang ada hanyalah periwayatan dari Ali bin Abdullah al-Thusy yaitu
salah seorang murid dari Ibn al-'Araby yang meninggal pada tahun 231 H/844 M.
Pada masa
Umar bin al Khathab - Setelah terjadi pembukaan beberapa kota - Lubaid pergi ke
Kufah. Lubaid tinggal dan hidup di sana cukup lama, sampai ajal menjemputnya
pada awal masa kekhalifahan Mu'awiyyah pada tahun 41 H / 661 M. Ada yang
mengatakan bahwa usianya mencapai 130 tahun. Ia termasuk salah satu pemilik mu'allaqat. Ia memiliki
sebanyak kurang lebih 122 qasidah
dan 1322 bait puisi.
Sebagian
para ahli kesusastraan Arab menggolongkan Lubaid sebagai penyair Jahiliyyah,
karena sesudah masuk Islam, penyair ini tidak lagi mengucapkan puisi, kecuali
hanya satu bait saja, sebuah puisi yang diucapkannya ketika menyatakan diri ke
dalam Islam seperti yang terdapat di bawah ini :
الحمد لله أن لم يأتنى أجلى ¤ حتّى لبست من الإسلام سربالا
"Al-hamdulillah,
ajalku tidak datang sebelum aku menjadi seorang muslim"
Akan tetapi,
sebagian ahli kesusastraan Arab yang lain menggolongkan Lubaid ke dalam penyair
Islam, karena ia banyak menghasilkan puisi-puisi yang bernafaskan Islam, dan
puisi-puisinya telah terpengaruh oleh ayat-ayat suci al-Quran.
Pada zaman
Jahiliyyah puisi-puisinya banyak membicarakan seputar pujian (madah), mencaci
atau mengejek (hija'), bahkan banyak dari puisinya yang berisikan kebanggaan
terhadap kaumnya.
Kemudian,
pada masa permulaan Islam, puisi-puisinya sudah banyak terpengaruh oleh gaya
bahasa al-Quran dan isinya banyak mengandung ajaran-ajaran yang bernafaskan
Islam, dikarenakan setelah memasuki Islam, Lubaid lebih tekun mempelajari
ajaran-ajaran agama Islam yang terkandung dalam ayat-ayat suci al-Quran,
seperti dalam salah satu bait-bait puisinya yang menerangkan keimanannya
terhadap hari kebangkitan, di bawah ini :
الا كلّ شيئ ما خلا الله باطل ¤ وكلّ نعيم لا محالة زائل
وكلّ أناس سوف تدخل بينهم ¤ دويهية تصفرّ منها الأنامل
وكلّ امرئ يوما سيعلم غيبه ¤ إذا كشفت عند الاله الحصائل
"Sesungguhnya
segala sesuatu selain allah pasti akan lenyap dan setiap kenikmatan pasti akan
sirna"
"dan pada
suatu saat, setiap orang pasti akan didatangi oleh maut yang memutihkan
jari-jari"
"setiap orang kelak pada suatu
hari pasti akan mengetahui amalannya jika telah dibuka catatannya di sisi
tuhan".
Nama aslinya adalah Abu Utsman Umayyah bin Abi ash-Shalt
Abdullah ibn Abi Rabi'ah ibn Auf Ats-Tsaqafi. Ia merupakan penyair Tsaqif dan
termasuk salah seorang pencari agama yang benar pada masa Jahiliyyah. Ia
dibesarkan di Thaif. Ayahnya adalah seorang penyair terkenal, ia banyak belajar
kepada sang ayah dalam berpuisi, untuk bekal pandangan-pandangan agama ia
mencarinya kepada Ahlul Kitab.
Umayyah bin Abi ash-Shalt merupakan salah seorang yang
banyak meriwayatkan berita-berita tentang orang-orang Yahudi, Nasrani, dan
sisa-sisa agama Ibrahim serta Ismail, berita tentang kisah penciptaan langit,
bumi, malaikat, jin, syari'at para nabi dan rasul yang masih tersimpan dalam
ingatan para sesepuh Arab Jahiliyyah. Ia selalu aktif beribadah dan mengenakan
pakaian pengembara. Dia juga merupakan seseorang yang mengharamkan Khamr
(minuman keras/arak) dan meragukan kepercayaan terhadap berhala.
Di dalam kitab-kitab yang dibacanya, ia menemukan berita
gembira tentang akan diutusnya seorang Nabi dari bangsa Arab. Mendengar berita
mengenai hal itu, ia pun berambisi menjadi seorang Nabi yang dimaksudkan
tersebut. Hingga suatu ketika, Rasulullah Saw diutus, hati Umayyah bin Abi
ash-Shalt ragu dan memendam rasa dengki dan iri, ia berusaha melawan dan
mengingkari agama yang dibawa oleh beliau Saw, meskipun dia tahu bahwa agama
yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw itu benar. Umayyah mengajak dan mendorong
orang-orang Quraisy untuk mengingkari Nabi Saw, dan meratapi orang-orang
Quraisy yang meninggal dalam perang Badar.
Umayyah bin Abi ash-Shalt temasuk salah seorang pembesar
penyair pedesaan, meskipun dikalangan mereka sedikit sekali puisi yang beredar.
Hanya saja yang membuat puisinya tercela dalam pandangan sebagaian sarjana
bahasa Arab, sehingga mereka mengugurkan untuk berargumen dengan puisinya
adalah karena dalam puisinya banyak menggunakan bahasa serapan dari bahasa
Ibrani dan Suryani. Seakan-akan mereka mengingkari kebenaran adanya ta'rib
(serapan ke dalam bahasa Arab) karena seringnya berbaur dengan orang-orang
asing, meski bahasa Arabnya jelas. Sebagaimana mereka mengingkari Adi ibn Zaid
karena dia banyak memasukkan kata-kata dari bahasa Persia ke dalam puisinya
karena dia lama bergaul dengan mereka.
Umayyah bin Abi ash-Shalt menyebut langit (as-sama`/السماء ) dengan shooquuroh (صاقورة). Dia menyatakan bahwa
bulan memiliki kulit penutup yang jika terjadi gerhana bulan ia masuk ke
dalamnya, ia menamakan dengan as-saahuur (الساهور), serta ia menamakan Allah dalam
puisinya dengan as-Sulthith (السلطيط), At-Taghruur (التغرور), dan sebagainya.
Puisi yang diciptakannya berbeda dengan puisi para
penyair lainnya, dengan kemudahan dalam kosakatanya dan dengan menyebutkan
keajaiban-keajaiban dari kisah-kisah fiksi dan legenda-legenda, penciptaan alam
dan kehancurannya, keadaan akhirat, sifat-sifat Sang Pencipta dan kekhusyukan
pada-Nya. Dalam menyebutkan hal tersebut Umayyah menggunakan kata-kata yang belum
pernah digunakan oleh seorang penyair pun sebelumnya. Puisinya juga diselingi
oleh kata-kata hikmah dan pribahasa.
Diantara
puisi-puisinya adalah:
الحمد لله ممسان ومصبحنا ¤ بالخير صبحنا ربى ومسانا
رب الحنيفة لم تنفد خزائنه ¤ مملوءة طبق الآفاق سلطانا
ألا نبى لنا منا فيخبرنا ¤ ما بعد غايتنا من رأس محيانا
وقد علمنا لوان العلم ينفعنا ¤ أن سوف تلحق أخرانا بأولانا
"Segala puji
milik allah kala kita berada di saat pagi dan petang, semoga tuhanku memberikan
kebaikan pada kita pada pagi dan petang"
"tuhan ibrahim yang hanif, yang
tak habis-habis simpanan-nya, memenuhi cakrawala dengan kekuasaan-nya yang tak
terbatas"
"ingatlah, ada seorang nabi
diantara kita yang diangkat dari kalangan kita, lalu memberitahukan kepada kita
munculnya pemimpin yang menjadi tujuan kita"
"kami telah mengetahuii berbagai
ilmu yang bermanfaat bagi kami, bahwa orang-orang yang terakhir akan mengikuti
orang-orang yang terdahulu dari kami"
Di antara puisi madah-nya (puisi yang
berisikan pujian) :
عطاؤك زين لامرئ قد جبو ته ¤ بخير وما كل العطاء يزين
وليس يشين لامرئ بذل وجهه ¤ إليك كما بعض السؤال يشين
"Pemberianmu
adalah hiasan bagi orang yang telah kau berikan kebaikan, padahal tidak setiap
pemberian dapat menjadi perhiasan"
"bukanlah sesuatu yang dikehendaki
oleh seseorang adalah akan mengarahkan wajahnya padamu, seperti sebagian yang
diminta bukanlah yang dikendaki"
Kebanyakan madah (puisi pujian)umayyah bin ash-shalt
pada masa jahiliyah dikhususkan kepada abdullah bin jud’an,salah seorang
bangsawan dan hartawan quraisy,sehingga ia menempati kedudukan seperti
kedudukan zuhair bin abi sulma pada haram ibnu sinan,dia menghabiskan sisa-sisa
hidupnya dithaif sampai meninggal dalam keadaan kekafiran pada tahun 9
HIJRIYAH.
Umayyah bin
abi ash-shalt adalah salah seorang pembesar penyair pedesaan,meskipun
dikalangan mereka sedikit sekali puisi yang beredar.hanya saja membuat puisinya
tercela dalam pandangan sarjana bahasa arab.
Berdasarkan
uraian pembahasan diatas dapat kita pahami bahwa keadaan kesusastraan pada masa
jahiliyah sangat maju.
TERIMAH KASIH