Sabtu, 06 Desember 2014

~Bila SaatNya Tiba~


Farah menyeka air matanya yang masih mengalir di pipinya, ia berusaha menegarkan dirinya yang sejak tadi malam lemas karena terlalu banyak nangis. Berusaha menguatkan dadanya yang terasa sesak akibat kata-kata  dari kakaknya, Nurma. 

Farah adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Ia anak yang cenderung pendiam, dan penurut. namun sewaktu-waktu ia akan membantah jika ada orang yang ia sayangi tersakiti. Sifatnya sungguh jauh berbeda dari kedua saudaranya. Sejak kematian ibunya, membuat dirinya selalu tertutup pada siapapun. Termasuk pada ayahnya ataupun kakaknya. Ditambah saat bapaknya memutuskan untuk menikah lagi, saat itu pula ia seakan menyiman luka batin yang entah seberapa dalamnya. Berbeda dengan Farah, Nurma adalah tipe orang yang keras. Itupula sebabnya murud-muridnya di sekolah ada yang menakutinya. Dan Sifat itu pula yang ada pada diri Indah adiknya.

Malam itu, sekitar jam setengah sepuluh Farah masih mengerjakan tugas Kuliahnya yang akan ia presentasikan besok. Tiba-tiba hp berdering “Trimakasihku pada-Mu tuhanku tak mungkin dapat terlukis oleh kata-kata hanya diri-Mu yang tahu besar rasa cintaku pada-MU…….” sebuah lagu berjudul Takkan Berpaling dari-MU yang dilantunkan oleh Rossa. menandakan ada panggilan masuk untuk Farah. Farah segera mengangkatnya.

“halo, Assalamualaikum ?” jawab Farah. Rupanya itu panggilan dari kakaknya.
“waalaikumussalam, gimana kabar dek. lagi sibuk ?” Tanya kakaknya
“Alhamdulillah aku sehat-sehat. Kalo kaka bagaimana kabar ?. Sebenarnya aku lagi ngerjain tugas, tapi dikit lagi selesai kok” jawab Farah
“kaka juga Alhamdulillah sehat. Kaka nggak ganggu ?” Tanya kakaknya Lagi
“enggaklah ka, tumben kaka nelponnya larut, biasanya setelah isya. Oh iya, bagaimana kabar bapak sama adik di kampung ? sehat-sehat kan ?” Tanya Farah.

Nurma membuka pembicaraannya, mulai dari menjawab pertanyaan Farah yang menanyakan kabar Bapak dan adiknya lalu bercerita tentang keadaan kondisi keluarga, agenda-agenda mengajarnya di sekolah, hingga pada kegiatan-kegiatan organisasinya. Tak terasa perbincangan mereka telah berjalan satu jam hingga menunjukan pukul setengah sebelas.
“Farah,,,,?”
“iya ka ? ada apa ?”
“kaka benci sama bapak. Kaka jengkel bangat, kenapa sih semua yang ia katakan harus dituruti” kata Nurma dengan sedikit tangis agar mendapat simpatik dari Farah.

Farah terkejut mendengar apa yang kakaknya katakana. “Ya Allah kak, kenapa kaka ngomong gitu ?  kaka maklumi aja, bapak itu sudah tua, orang tua memang harus dimengerti, kalau bapak dan kaka sama-sama keras entar jadinya bukan memperbaiki suasana tapi malah menambah masalah” tegur Farah pada kakaknya
“kamu nggak ngerti apa yang kaka rasa Farah, dari dulu kaka udah ngikutin apa yang bapak katakan. Dari dulu kaka turutin semua apa yang bapak mau, sejak SMP hingga kaka kerja sekarang, semuanya berjalan sesuai apa kemauan bapak. tapi bapak sama sekali nggak mau ngerti dengan apa yang kaka mau, pokoknya apa yang kita lakukan harus melalui persetujuannya. Bosan juga hidup seperti itu Farah, Hidup  begini hanya seperti boneka” kata Nurma dengan nada yang kedengarannya sangat marah

Farah terdiam, dalam hatinya Ingin menangis. Tak menyangka kakaknya yang ia kenal faham akan agama bisa berkata seperti itu. Tak disangkanya kaka yang selalu menasihatinya mengeluarkan kata-kata yang seperti itu. Tanpa disadari airmatanya jatuh membasahi lembaran-lembaran tugasnya yang belum ia rapikan . “ya Robbi… ampunilah kakaku” doa Farah dalam diam.

“Rah, kenapa kamu diam ? apa kamu nggak bosan hidup seperti Boneka yang selalu diatur ?”
“Astagfirullah kak, mengapa kaka bicara seperti itu, apa kaka nggak sayang sama bapak ? apakah yang selama ini kaka telah lakukan adalah keterpaksaan ? kaka harus sabar, bapak melakukan itu bukan hanya untuk dirinya tapi demi kebahagiaan kita juga” kata Farah dengan menahan suara tangis agar tak diketahui kakaknya.
“aku nggak bisa sesabar kamu Farah, aku nggak setegar kamu yang selalu bisa melakukan apa saja untuk orang lain, padahal hati ini tersiksa, cukuplah sudah yang kemarin-kemarin,”
“ka… aku memang nggak pernah tahu apa yang kaka rasakan, dan akupun nggak tau apa yang bapak rasa. namun aku akan berusaha untuk mengerti kaka ataupun bapak. aku nggak mau terjadi kesalahpahaman antara kaka dan bapak, karena keduanya adalah orang yang aku sayangi. Namun, cobalah kaka ikhlas menjalankan semua itu, bukankah kaka selalu mengatakan kepadaku bahwa apapun yang kita lakukan tanpa ada niat yang ikhlas maka hasilnya tetap nol ?”

Farah berusaha memberikan nasihat-nasihat pada kakaknya. Yang sebenarnya iapun butuh nasihat itu. Berusaha meredam emosi dan kebencian kakaknya pada bapaknya. Berusaha agar apa yang ia sampaikan tidak membuat kakaknya tersinggung dan merasa ia lebih berpihak pada bapaknya. Mulai dari kata-kata mutiara, hingga hadits-hadits dan ayat yang menjelaskan tentang keutamaan dan hikmah tentang kesabaran dan berwirul walidain.
“kak, bukankah dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah 286 menjelaskan bahwa Allah tidak akan membebani seseorang melebihi batas kesanggupannya ? dan bukankah pula dalam surah Asy-Syarh ayat 6 dikatakan bahwa sesungguhnya bersama kesulitan itu akan ada kemudahan ? kak, seharusnya apa yang kaka hadapi sekarang itu menjadikan kaka lebih tegar. Seharusnya kaka bersyukur, belum tentu semua orang mampu menjalani hidup seperti apa yang kaka rasakan. Mungkin ada di antara orang-orang yang dikala mereka tak mampu lagi mereka mengambil jalan buntu hingga bunuh diri. Tapi seharusnya kaka bersyukur karena Allah masih memberikan nikmat keimanan sehingga niat itu tak pernah ada di fikiran kaka. Percayalah kak. Karena tak semua kado yang terbungkus dengan indah dalamnya adalah kebahagiaan, tapi adakalanya kado yang bungkusnya mungkin biasa saja, namun subhanallah isinya selalu ada berkah, begitupula ini.. pasti semuanya akan indah pada waktunya kaka. ”

Walaupun Farah sudah memberikan nasihat-nasihat panjang lebar namun kakaknya masih merasa kalau hidupnya hanyalah seperti boneka. Ia berfikir walaupun ia berusaha ikhlas dan bersabar ia akan semakin merasa tersiksa batin.

“iya farah, kaka tahu semua apa yang kamu bilang itu, kaka mengerti dengan ayat-ayat itu, makanya kaka ingin pergi dari rumah ini untuk mencari pengalaman dan bisa lebih banyak belajar lagi tentang hidup. Belajar arti kesabaran dan keikhlasan. Tapi  bapak melarang hal itu. emang apa yang salah”
“kak, kaka nggak salah, justru sebenarnya itu bagus. Namun seperti apa yang aku katakan dari awal kalau bapak sudah tua, ia ingin kita lebih memahami dan perhatian padanya . bukankah disaat seperti itu ladang pahala terbuka untuk kita mengabdi pada orang tua kak. Apa salahya untuk mengikuti perkataan bapak, lagi pula itu bukanlah hal yang penuh dengan kemudhoratan” jelas Farah

Walaupun Farah telah susah payah dengan segala pengetahuan yang ia tahu telah disampaikannya dengan cara ahsan, tetapi lagi-lagi kakaknya masih saja tidak menerimanya. Masih saja menganggap hidupnya selalu di atur seperti boneka berby.
 “kamu tuk tak pernah mengerti apa yang kakak rasakan. Katanya mau mengerti kaka, Tapi apa ? kamu tak pernah tahu seberapa besar luka dan derita ibu dan aku saat kamu masih kecil. Kamu nggak pernah tahu bagaimana rasa sakit ini melihat perlakuan bapak ke ibu. Kamu nggak pernah tahu itu. Bapak yang selama ini kamu sayangi dan kamu bela ternyata adalah orang yang kasar dan suka menyakiti ibu. Bapak yang kamu hormati ternyata adalah orang yang egois. Sejak ibu masih hidup ibu selalu menuruti apa yang bapak katakan. Kalau ibu tidak menuruti apa yang bapak katakan maka pertengkaranlah yang akan terjadi, kamu tak pernah melihat moment seperti itu Farah. Jadi kamu jangan heran kaka benci sama bapak”

Mendengar apa yang Nurma katakan Farah hanya bisa menangis. Ia tak dapat menahan suara tangisnya, hingga air matanya kian deras membasahi wajah mulusnya. Disatu sisi memang benar, ia tak pernah tahu apa kejadian dimasa lalu antara ibu dan bapaknya. Namun disisi lain Farah tdk mau menbenci bapaknya hanya karena kata-kata kakaknya. Bagi Farah masa lalu adalah sebuah pelajaran agar seseorang bisa memperbaiki dirinya dimasa depan.

“Kak, bagaimana bisa sebenci itu pada bapak, Orang tua satu-satunya yang kita punyai sekarang ? bagaimana bisa kaka membenci Bapak yang selama ini telah membanting tulang hingga kita besar seperti sekarang ini ? Bagaimana bisa kaka membenci bapak yang telah merawat kita saat ibu tiada ? kenapa hal itu bisa terjadi kak kenapa. Apakah kata-kata kaka tadi cukup sebagai alasan ?”

“Kamu nggak pernah ngerti Farah, kamu sama sekali nggak ngerti. Karena Kamu adalah satu-satunya anak kesayangan bapak diantara kita bertiga. Kita berbeda Farah. Dari dulu kita memang telah berbeda. bapak selalu menuruti apa yang kamu mau. sedangkan kaka dan Indah ? sebaliknya, kami yang selalu menuruti apa yang bapak mau. Jujur Aku iri padamu Farah. Kenapa hanya kamu yang jadi anak kesayangan Bapak ? kenapa kamu ? sejak lulus SD kamu selalu disekolahkan di sekolah-sekolah favorite di kota. Sementara lihat Indah. sekarang Indah mengikuti jejakku melanjutkan sekolah di Kampung. Dan sekarang kamu pun Kuliah di perguruan tinggi yang dibilang Ngetop di Indonesia. Kalau kamu bukanlah anak kesayangan kenapa hanya kamu yang di bedakan seperti itu. kenapa Indah tidak disekolahkan di sekolah top seperti kamu, namun ia menginguti jejakku.? Jujur akupun membencimu. Indah itu adik kita, Kamu telah merebut semua perhatian Indah dari bapak.” kata Nurma sebelum mematikan telepon pada Farah.

“dukkkkkk….” Mendengar semua keluh dan kesah Nurma membuat Farah bah ditindih gunung besar. Ia tak bisa menerima apa yang dikatakan oleh kakaknya. Apa yang Nurma katakana sangatlah jauh dari apa yang ia rasakan. Seandainya Nurma tahu kalau sebenarnya iapun merasa bapak selalu mengatur hidupnya, namun fikiran-fikiran itu telah lama ia hilangkan agar apa yang dilakukannya semua penuh dengan ketulusan. Kata-kata kakaknya membuat ia kembali mengingat memori perih pada masalalunya setelah lulus SD. Saat itu ia melanjutkan pendidikan di kota. sehingga harus berpisah dengan bapak, kakak dan adiknya di kampung dan tinggal di rumah tantenya. Sungguh itu tidaklah mudah. Meski memang ia menginginkan sekolah di kota, namun sebenarnya ia tak menginginkannya bila harus berpisah dari bapak, kakak. Dan adiknya,

Rupanya Nurma telah salah memaknai derita yang di alami Farah. Nurma telah salah memaknai senyum dan tawa Farah. Derita yang hampir enam tahun ia simpan saat Tinggal di rumah tantenya yang begitu banyak tekanan. Menyimpannya sendiri  dan tak mau seorangpun mengetahui luka hatinya. tak seorangpun ia jadikan tempat mengeluh. Berusaha menutupi semua dengan senyum dan tawa. Berusaha menerima semuanya dengan ikhlas sebagai cobaan hidup, berusaha tegar dikala ujian datang, berusaha bertahan hingga kebahagiaan yang akan datang menjemputnya. Dan ketika kebahagiaan itu datang ia yang akan berkata “Selamat Farah” kamu telah lulus menghadapi cobaan Dari-Nya. Itulah yang selalu Farah yakini. namun menjadi dan kala hatinya merasa sesak, Hanya Allah-lah tempatnya mengaduh, hanya Allah-lah tempatnya mengeluh hingga harus menangis setiap doa-doa dalam sholatnya.

Esok harinya tiba. Kejadian semalam masih meninggalkan gores luka di benak Farah . Matanya bengkak. Serta badannya terasa lemas. diusahakannya agar goresan luka batin itu bisa segera hilang hingga tak membentuk luka yang lebih besar. Diambilnya wudhu untuk sholat subhu kemudian melagukan ayat-ayat Allah. Alhamdulillah, suasana hati Farah kembali tenang. Farah  mengambil hpnya bermaksud mengirimkan pesan singkat untuk kakaknya.

“Assalamualaikum, kak…! Sudah waktu subuh, sudah sholat ?”
Berharap agar kakaknya segera membalas pesannya. Namun sepuluh menit berlalu tak ada balasan sms dari kakaknya. Iapun mengirimkan  e-mail berisi sebuah kata-kata hikmah dari seorang ulama “Imam Al-Qurtubi”

“termasuk durhaka pada orang tua adalah ketika menentang keinginan-keinginan mereka dari perkara-perkara yang mubah, sebagaimana Al-Birr (berbakti) kepada keduanya adalah memenuhi apa yang menjadi keinginan mereka. oleh karena itu apabila salah satu dari keduanya memerintahkan sesuatu wajib untuk mentaatinya selama hal itu bukan perkara maksiat, walaupun apa yang mereka perintaahkan bukanlah perkara wajib tapi mubah pada asalnya”

Setelah mengirimkan pesan hikmah dari Imam Al-Qurtubi Farah juga mengirim pesan untuk meminta maaf pada kaka dan adiknya.

“bismillah…!!! kaka… Farah sayang sama bapak, Farah juga sayang sama Kaka, dan sayang pula Indah, aku minta maaf kak, tak ada sedikitpun maksud ingin memperoleh sendiri kasih sayang bapak, tak ada sama sekali. Jika itu yang kaka lihat, kenyataan sebenarnya tidak seperti itu. Bapak sayang pada kita semua, ia tak memilih-milih, baginya kita adalah sama. Sama-sama anaknya. tak mungkin ada orangtua yang begitu jahat pada anaknya. Seperti kata pepatah ‘segana-ganas harimau ia takkan memakan anaknya sendiri’. Farah tak ingin kaka dan Indah benci pada bapak.

kaka….Hanya Bapak orang tua yang kita punya sekarang. Berilah perhatian dan turutilah apa yang bapak inginkan sebelum kita menyesal dengan apa yang akan terjadi esok. Serta berusahalah untuk belajar ikhlas menerima cobaan yang Allah berikan kak, jangan pernah mengeluh, karena salah satu jaminan seseorang masuk ke Syurga adalah orang yang tidak suka mengeluh… dan bukankah kita tahu bersama bahwa tidaklah beriman seorang hamba sebelum ia diuji ? Farah harap kita tetap slalu saling mengingatkan kak, menjadi keluarga yang saling menyayangi dan saling mendoakan…!!! Meski telur akan berubah menjadi ulat yang menuktan, dan ulat akan berubah menjadi kepompong, namun kepompong akan berubah menjadi kupu-kupu yang indah… itulah Hidup. Yakinlah semua akan indah pada waktunya
Farah sayang Semua.



Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar