Perasaan
itu kembali Majdah alami. Perasaan yang selalu mengusik fikiran dan membuatnya
gelisah. Majdah membenci perasaan itu. Rasanya sangat tak enak, tak nyaman, dan
sangat mengganggu. Tetapi sebagai manusia biasa
Majdah tak dapat menghilangkannya. Memang sangat wajar, karena itu fitrah
yang Allah berikan pada semua insaan termasuk pada Majdah. Namun Majdah tak
mengharapkannya sekarang, tapi nanti.
Dilema
masalah hati inilah yang sedang dihadapi Majdah sekarang. Seorang mahasiswi
jurusan farmasi semester ke-3 di sebuah Perguruan tinggi negeri yang cukup
terkenal. Ia adalah tipe gadis yang polos dan lembut, kadang ia pendiam kadang
juga cerewet serta penuh senyuman. Majdah begitu mengagumi Iman, teman kelasnya. ia
lelaki yang baik, dan boleh dikatakan faham agama. Bagaimana tidak sejak SMP
hingga SMA Iman mengenyam pendidikan di sebuah pondok pesatren. Itulah mengapa teman-teman
sering memanggilnya dengan julukan “Pak Ustadz”.
***
Pukul
4.30 subuh Majdah telah bangun. Ia kemudian Melaksanakan kewajibannya sebagai
seorang muslimah, lalu mendendangkan lantunan ayat-ayat Ilahi. setelah itu ia segera
mandi. Maklumlah Majdah tinggal di Asrama kampusnya sehingga ia tak mau jika
harus mengantri untuk mandi.
Hari
itu Majdah memiliki Kuliah pagi. Ia masuk pukul 8.00. seperti biasa 15 menit
sebelum masuk, Majdah telah berangkat ke kampus bersama Risma dan Kania, teman
kelasnya yang kebetulan juga tetangga kamarnya. Sesampai mereka di kelas, belum
semua teman-temannya datang. Majdah lansung mengambil tempat duduk di depan tepat
dekat Jendela.
“geek”
suara hp Majdah bergetar “assaamualaikum..Ukhti, apa sudah ada dosen ?” sebuah
pesan singkat dari Iman.
“waalaikumussalam.
belum ada. Mungkin dikit lagi dosennya datang” balas Majdah yang pada saat itu
belum memiliki rasa suka pada Iman.
“oh.
Iya ukhti, kalau sudah ada dosen boleh sms aku ? karena ada urusan penting yang
harus ku selesaikan sekarang. Maaf merepotkan”
“ya.
Insya Allah” balas Majdah singkat.
“Ok.trimakasih”
Tepat
pukul 8.15 dosen baru masuk. Dan Iman belum juga datang.
“Iman.
Dimana kamu sekarang ? sudah masuk nih dosennya” Majdah mengirimkan sms untuk
Iman.
“aku
sekarang masih di jalan Dah, kalau bapak mengabsen tolong kamu katakana saya
akan datang tapi terlambat”
Majdah
tak membalas pesan iman. Ada sedikit rasa jengkal di hatinya. “ ihh… emang aku
ini siapa kamu nyuru-nyuru gitu kayak ndak ada teman cowok aja” gerutu Majdah.
***
Jam
mata kuliah pertama berakhir. Setelah
dzuhur akan masuk kembali mata kuliah berikutnya. Majdah menghabiskan waktu tuk
menunggu mata kuliah berikutnya di perpustakaan.
“Dah,
kenapa kamu tahu kalau Iman hadir terlambat? Tanya Kania penasaran.
“oh,,,
itu. tadi sebelum bapak masuk Iman sms aku, ia nyuruh aku agar sms dia kalau
ada dosen, karena ada Urusan penting yang harus ia selesaikan” jawab Majdah
“perasaan
tuh pak ustadz ndak biasa datang terlambat Dah” tambah kania lagi
“kurang
tahu juga, tapi tadi begitu dosen masuk aku sms iman. Eeee. dianya malah minta
aku untuk bilang kalau ia akan datang terlambat” jelas Majdah pada Kania dan
Risma.
“cieeee…
jadi ceritanya sms.an nih…? Sejak kapan kalian dekat?” goda Risma yang orangnya
memang suka bercanda.
“aduh
Rismaa….! iiiiiii apaan. Jangan mengadah-ngadah deh. Aku juga meresa aneh
kenapa Iman sms aku. Padahal ia boleh sms Faris teman dekatnya. Aku jengkel
orang seperti itu. Kamu juga ikut aneh Risma” kata Majdah
“hus,
jangan gitu, Iman kan nggak salah apa-apa kenapa harus jengkel Dah, mungkin
saja ada alasan lain sehingga Iman sms kamu. jangan karena itu kamu benci ke
dia dah. Karena aku pernah baca sebuah status hadits di Fb. “bencinlah
seseorang sekedarnya saja kelak suatu saat kamu akan mencintainya, dan
cintailah seseorang sekedarnya saja kelak suatu saat kamu akan membencinya”
kata Kania.
“hahahaha…
ih… ogah deh, aku ndak bakalan suka sama si cowok yang celananya kayak orang
kebanjiran itu. Tipe cowok yang aku sukai lebih dari Iman.” kata Majdah
berusaha membenarkan diri.
Tak
di rasa jam telah menunjukan waktu dzuhur Merekapun meninggalkan perpus menuju
ke mushollah Fakultas.
***
Memasuki
bulan ke dua perkuliahan. Banyakya tugas
laporan dan paraktikum membuat pola makan Majdah tidak terkontrol dan tidurnyapun
kurang teratur hingga ia jatuh sakit. Namun Majdah masih saja memaksakan diri ke
kampus. Hari itu kelompoknya akan mempresentasikan tugas praktikum yang telah
mereka selesaikan. Kebetulan Majdah sekelompok dengan Iman, Fakih, dan Sofia,
Proses
diskusi berjalan menarik, pertanyaan-pertanyaan dari kelompok lain di jawab kelompoknya
dengan lengkap. Selaku pemateri majdah menginginkan agar pertanyaan dari
teman-temannya tidak akan menimbulkan pertanyaan baru. Kini hanya tersisa 1
pertanyaan lagi. Pertanyaan dari Wisnu.
“baiklah,
saya akan coba menjawab pertanyaan dari…….!!” Suara Majdah terhenti, ia lansung
memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing.
“Majdah,..!!
apa kamu sakit ?” Tanya pak Ilham selaku dosen botani Farmasi pada saat itu.
“oh…
ndak apa-apa pak hanya sedikit pusing”. Jawab Majdah yang berusaha agar
pandangannya tak berputar-putar
“ok,
silahkan dilanjutkan” kata pak Ilham lagi
“Majdah,
kamu baik-baik saja ? aku saja yang akan menjawab pertanyaan wisnu” kata Iman
Majdak
tak menjawab apa yang Iman tanyakan ia lansung berdiri dan menjawab pertanyaan
Wisnu “saya minta maaf, baiklah saya akan mencoba menjawab pertanyaan saudari
Wisnu yang menanyakan ten…. “bruk” Majdah tiba-tiba pingsan
Semua
teman-teman majdah panic dan lansung membawa Majdah Keruang KSR. Diskusi
diakhiri dan akan dilanjutkan minggu depan.
“bagaimana
perasaanmu Dah, apa sudah agak baikan” Tanya Risma
Majdah
tak memjawab, ia memandang sekelilingnya dengan tatapan sayu,tampak semua teman
teman kelasnya berada di dekatnya “kenapa kalian semua disini” Tanya Majdah
pada Teman-temannya.
“bagaimana
kami tak disina Dah, kami semua khawatit terjadi sesuatu padamu” jawab Kania
“Majdah,
kenapa kamu memaksakan harus ke kampus, kenapa kamu ndak istirahat aja dulu.
Kenapa kamu ndak bilang kalo kamu sakit, kenapa kamu selalu menutupi sakitmu.
Kenapa kepolosanmu membuat kita semua merasa kalau kamu baik-baik saja ? kesehatan
itu sangat penting bagi semua orang, termasuk pada diri kamu. kalau kamu
seperti ini sama saja kamu mendzolimi dirimu sendiri” kata Iman yang terlihat
khawatir.
“dukkk”
kata-kata Iman membuatnya ingin menangis, ada rasa penyesalan atas
kecerobohannya memanange waktu. Ada rasa haru saat mengetahui teman-teman di
sekitarnya mengkhawatirkan kondisi dirinya. Perhatian itulah yang sebenarnya ia Harapkan. Perhatian dari Orang tuanya, dan
dari orang-orang yang menyayanginya. bukan hanya perhatian yang bersifat
materi. Tanpa ia sadari airmatanya pun jatuh.
“sudahlah
Dah, kamu tak perlu menangis seperti ini. Ini adalah pelajaran untuk kita
semua. Kami semua menyayangimu Dah, maafkan kami yang tak memperhatikanmu.
Jujur… Kepolosan dan Senyummu membuat kita tak menyadari ternyata kamu sedang
tidak baik-baik saja” kata Kania berusaha menenangkan hati Majdah
***
Seminggu
setelah kejadian itu sifat Majdah masih seperti biasanya. Polos, tertutup dan
penuh senyuman. Sejak saat itu teman-teman kelasnya selalu memberi bantuan kala
tugas sedang menumpuk, baik secara kelompok ataupun individu. Begitupun dengan
Iman, yang sering sekelompok dengan Majdah. Hal ini membuat mereka terlihat ada
sesuatu yang lain. Entah apakah itu.
“assalamualaikum…
Dah, setelah sholat dan Tadarus jangan lupa makan malam yah ?” sebuah sms dari
Iman.
“Waalaikumussalam..
iya, makasih telah mengingatkan” balas Majdah.
Sms
dan pesan-pesan Hikmah dari Iman selalu masuk
dalam kotak masuk hpnya. Hal itu telah berjalan 2 minggu.
Perhatian-perhatian dari teman-temannya membuat Majdah merasa lebih hidup dan
lebih berwarna. Namun kali ini Majdah merasa ada yang aneh. Ia heran mengapa sudah
dua hari Iman tak mengirimkannya pesan. Entah itu pesan untuk mengingatkannya
agar tak lupa sholat atau makan ataupun sms kata-kata hikmah. Hal itu
membuatnya bertanya-tanya ia bermaksud untuk mengirimkan pesan untuk sekedar
menanyakan kabarnya, Namun rasa gengsinya tinggi sehingga niat itu di
urungkannya.
Saat
itulah Majdah baru menyadari kalau ternyata Ia mulai menyukai Iman. ”ada apa
dengan Iman, apakah ia tahu aku menyukainya sehingga ia memutuskan agar tak
pernah sms aku lagi ? trus bagaimanakah perasaan iman untuk aku ?” batinnya
bertanya-tanya pada dirinya sendiri berusaha mencari beribu alasan.
“Dah
? kamu baik-baik saja ?” Tanya Kania yang barusan nyampe di kelas.
“astagfirullahal
adziim kaniaaa… kamu mengagetkanku”
“maaf
say, bagaimana kamu sih, kerjanya melamuuun terus, emang kamu lagi mikirin apa
sih ?”
“hm..
nggak nia, aku hanya kangen aja pada keluargaku.” Majdah berusaha menutupi apa
yg lagi di Fikirkannya. “
“Oh
iya,, tadi aku dan Risma berangkat duluan. Karena kamu ditungguin lama amat ?”
“hahahaha..
kenapa nunggu, semalam aku nggak ada di asrama, aku nginap di rumah tanteku,
karena ada acara keluarga. Majdah”
“hahaha..
niaaa.. kenapa nggak bilang kemaren sih… untung kami nggak nunggu sampe kamu
datang, sampai-sampai Risma ngambek tadi.. hehehe.”
Sementara
Asik bercerita Iman datang. Wajah Majdah tiba-tiba memerah padam, jantungnyapun
berdenyut lebih dari biasanya. Perasaan yang dialaminya sekarang membuatnya
terganggu setiap kali ada Iman. Meski begitu, Majdah berusaha untuk bersikap
sebiasa mungkin dihadapan Iman ataupun pada teman-temannya.
“kenapa
Iman kelihatan berubah, Biasanya ia selalu menanyakan kabarku. Mengapa sekarang
tidak ?” kata-kata itu selalu saja datang, untuk meminta jawaban.
***
Malam
itu, sekitar jam setengah delapan Majdah masih mengerjakan tugas Kuliahnya yang
akan dikumpulkan besok. Tiba-tiba hp bergetar “geek” Majdah lalu
mengambil hpnya. 1 pesan belum dibaca dari nomor tak diketahuinya. Ia lalu
menekan tombol lihat “ Bismillah… Assalamualaikum, hadirilah talkshow Muslimah
dengan tema “bimbing aku menuju jannah-Nya”. Setelah membaca pesan itu dengan
teliti letakkan kembali hpnya. Ia sama sekali tidak berminat mengikuti
kegiatan-kegiatan yang bertemakan islam. Meskipun ia islam dan berkerudung,
namun ia tak mau terlalu di katakana sok alim atau fanatic.
Setelah
tugas-tugasnya di kerjakan, iapun membereskan buku-bukunya yang berhamburan di
lantai kemudian bersiap untuk tidur. Sebelum tertidur entah hal apa Majdah
kembali ingin membaca pesan dari nomor yang tidak diketahuinya tadi. “hm…
temanya sih menarik juga, tapi aku tak mau dibilangin sok alim, aku tak mau
sama seperti orang-orang yang dilihat alim padahal masih terlalu banyak dosa
yang ku buat. Aku masih ingin memperbaiki hatiku dulu” kata Majdah dalam hati.
Pagi
yang cerah, Sang surya mulai menampakkan sinarnya yang merah merona. langit
tampak begitu bersih tanpa sedikitpun noda. Setelah sholat subuh dan tadarus,
Majdah membuka jendela kamarnya untuk menikmati udara pagi. suasana hatinya
terasa lebih tenang dari biasanya. Hari ini Majdah kuliah sore, jadi ia tak
perlu terburu-buru untuk mandi.
Sementara
asyik menikmati Udara pagi, Majdah mengambil hpnya bermaksud untuk memutar
sebuah lagu favoritnya. Asyik mengotak-atik hp, tanpa disadari ia membuka sms
yang semalam masuk. Ia merasa ada yang aneh. Padahal sms itu sudah dibacanya
berkali-kali, tapi entah mengapa jari-jarinya selalu ingin membuka pesan itu.
“hm…
aneh, Apakah aku harus ikut kegiatannya ? aku malu ikut begituan. Ah…!! kenapa
aku nggak mencobanya ?”fikir Majdah.
Majdah
membaca pesan itu lagi. “siapa sih yang ngirinkan aku pesan ini ? apa dia nggak
salah kirimnah ? hmm.. ah ketemu ini dia caranya” ketik BMJ_NAMA_JUR/ANG_NO.Hp kirim
ke 085656454xxx Majdah lalu menuliskan
pesan untuk mendaftarkan diri “ BMJ_Majdah Hidayah Syauqiah Apoteker/2008_0813488990xxx.
Bismillah.” Majdahpun menekan tombol Send.
Ternyata
mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan sangatlah bermanfaat, mempunyai banyak
teman yang bisa selalu mengingatkan dikala salah, lupa, ataupun khilaf.
Memperoleh tambahan ilmu yang pada mulanya kita tak mengetahuinya akhirnya
menjadi tahu. Itulah yang Majdah alami. Atas ilmu yang telah ia dapatkan,
Perlaham-lahan Majdah mengubah kebiasaan-kebiasaan buruknya, cara berpakaiannya
pun di ubahnya. Dulunya ia suka memakai pakaian yang mengikuti badan sekarang
mulai terbiasa memakai Rok, dan jilbabnya sedikit lebih panjang dari
sebelum-sebelumnya.
Namun
tak bisa ia bohongi kalau rasa suka pada Iman belum bisa di hilangkannya, meski telah setahun lebih ia dan Iman tak pernah
lagi berkomunikasi. Saat berada di kelaspun Iman akan bicara ketika ia diam
begitupula dengannya. Mereka sama-sama menjaga jarak antara keduanya.
Majdah
sadar, mungkin inilah sebabnya dulu Iman menjauhinya. Ia baru tahu ternyata
dalam ajaran Islam antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim harus saling
menjaga jarak dan menundukan pandangan.
***
Tiga
tahun berlalu. Majdah senang dengan kehidupannya sekarang. Bisa berkumpul
bersama teman-teman akhwat yang
baik-baik, yang selalu menasihatinya, menegurnya dan selalu menghiburnya dikala
ia merasa bersedih dan terpuruk. Ia merasa keluarga yang ia punya sekarang
sungguh sangatlah berarti. Itulah yang dinamakan “Ukhuwah”.
Sejak
kelulusannya sebagai sarjana Apoteker, ilmu yang ia dapatkan saat masih kuliah
ia terapkan dengan membuka sebuah apotik
herbal ala Rasulullah. Dan ia juga masih tetap aktif di kajian-kajian kemuslimahan.
Hal itulah yang membuatnya lebih memahami akan sempurnahnya ajaran agama ALLAH.
Ia tak mau lagi mengingat-ngingat kebodohan masalalunya. karena dulu ia pernah
berkata tak akan mau ikut-ikut dalam
kajian-kajian keislaman. Baginya itu cukuplah di kenang, cukup dijadikannya
sebagai pelajaran hidup. Mengenang hal itu membuatnya ingin tertawa. Bagi
Majdah ia Amat bersyukur Allah masih memberikan Hidayah kepadanya. Itu
Menandakan Allah menyayanginya. Dan menginginkan perubahan yang lebih baik pada dirinya.
Hingga
saat ini, Majdah masih bertanya-tanya siapakah pemilik nomor, yang pernah
mengirimkan pesan talkshow untuknya. Ia sungguh sangat berterimakasih padanya.
Karena bagi Majdah siapapun orangnya, ia telah membantunya menjemput hidayah
Allah. orang itu pasti sayang pada Majdah dan ingin Majdah berubah menjadi
lebih baik sehingga mengajaknya untuk belajar islam.
“subhanallah..
Majdah ?” teriak Risma kaget melihat perubahan pada diri Majdah.
Setelah
Wisuda, mereka memang tak pernah lagi bertemu. Karena Risma harus kembali ke
kampungnya dan Bekerja disana. Sementara Kania telah menikah dengan seorang
Guru SMP dan ikut bersama suaminya. Kini hanyalah majdah yang masih menetap di
kota itu. Ia belum punya keinginan untuk kembali ke kampungnya. Lagian itu
adalah tempat kelahirannya meski ia di besarkan di daerah orang lain.
“Ya
Allah Risma, Aku kangen bangat sama kamu, bagaimana kabarmu Ris ?” Tanya
Majdah.
“Alhamdulillah
aku baik. subhanallah, kamu sungguh telah banyak berubah Dah”.
“yah..
namanya juga Manusia Ris, seharusnya bisa berubah menjadi lebih baik. Karena
sungguh sangatlah merugi bagi seseorang yang apabila dirinya hari ini masih
sama seperti kemaren, dan celakalah begi seseorang yang apabila dirinya hari
ini lebih buruk dari kemarin”. Jawab Majdah.
“masya
Allah bu Ustadzah… kata-katamu sungguh sangat menyentuh, aku pengen nangis loh
dah”
“hm…
kenapa harus hangis, kita sebagai hamba Allah kan harus saling nasihat
menasihati kan ?”
“iya
Majdah”. Majdah dan Rismapun saling berpelukan.
Risma
sangat takjub dengan perubahan Majdah. Iapun kaget ternyata apotik tempatnya
memesan obat herbal untuk ibunya adalah apotik milik Majdah. Dan ia semakin
takjub saat mendengar cerita Majdah menjemput Hidayah Allah. Rupanya Dulu ia telah salah
menilai Majdah. Ia berfikir Majdah tak mau lagi berteman bersamanya, kania,
ataupun teman-teman lainnya. karena Majdah tak mau lagi diajak ngumpul-ngimpul
untuk nongkrong. Rupanya disitulah Majdah mulai Ingin Berubah. Risma juga
ternyata penasaran dengan pemilik nomor hp yang telah mengirimkan pesan untuk
Majdah.
“apa
kamu sudah menghubingi nomor itu dah ?”
“hm,
dulu aku memang penasaran siapa orangnya. Tapi aku tak berfikir untuk mencari
tahu siapa dia”
“trus…???”
“yah,,,
setelah perubahanku sampai pada sekarang ini, aku mencoba menghubingi nomor
itu, namun selalu saja nomor tersebut berada di luar jangkauan. Sebenarnya
suatu hari ada sms masuk berisi kata Mutiara untuk seorang wanita Muslimah,
namun ketika aku coba hubungi nomor itu tak aktif, sungguh itu membuatku
bingung” jelas Majdah
“Apa
kamu tak berfikir itu Iman Jdah ?”
“apa….?”
Majdah kaget mendengar pertanyaan Risma. Ia tak tahu harus menjawab apa. Selama
ini Majdah sama sekali tak berfikir kalau itu adalah nomor hp Iman, karena
pesan yang sering masuk adalah pesan berisikan pesan untuk wanita sholehah.
“kenapa
Diam dah ? apa itu bukan nomornya Iman ?”
“wallahu
a’lam Ris, aku tak pernah berfikir kalau itu dia. Sudah lama aku nggak tahu
kabarnya.lagian nggak mungkin kalau itu Iman” papar Majdah
“tapi
Bisa saja kan Dah kalau itu nomornya.”
“Ya
Allah Ris,,,tak mungkin itu Iman. Sudahlah
yang penting sekarang siapapun dia, aku sangat berterimakasih padanya.
Semoga apa yang aku lakukan dapat menjadikan Amal jari’ah untuknya”
***
Sebulan
berlalu. Hari ini Majdah ada pengajian sore. Sehingga prakteknya tak bisa ia
buka sampai malam. Ia hanya menerima pasien hingga tiba waktu ashar.
“Majdah
ada sesuatu yang Pengen Ummi tanyakan ke
kamu” kata Ummi Fa’iz, pembimbing pengajiannya
usai mengisi pengajian sore itu
“oh
iye Ummi, tafaddali” jawab Majdah
“iyah,
kita Tunggu sampai semua keluar dulu.”
Majdah
sedikit penasaran. Tak seperti biasanya jika
ada hal-hal yang ummi ingin tanyakan tidak harus menunggu semua orang kaluar.
Namun kali ini berbeda. Begitu semuanya keluar meninggalkan tempat pengajian,
ummi memulai pembicaraannya.
“begini
Majdah, Kemarin ada seorang lelaki menemui abi Fa’iz, suami ummi. Namanya
ustadz Iman. Ia lulusan dari Universitas
Islam Internasional Malaysia fakultas kedokteran, ia bermaksud untuk
mengkhitbahmu, sehingga ia meminta abi Fa”iz dan ummi untuk menyampaikannya
padamu.
Majdah
kaget mendengar kata-kata dari Ummi Fa’iz. Dulu saat Majdah masih kuliah dan
belum memahami Islam, orang yang pernah membuatnya jatuh hati bernama Iman,
Iman Ar-Razqi, teman seangkatan dan sekelasnya. Namun sekarang ia tidak
mengetahui siapakah Iman yang bermaksud mengkhitbahnya itu.
Majdah
bahagia tetapi juga sedih. Bahagia karena ada lelaki sholeh yang bermaksud
menjadi imamnya. Tetapi entah mengapa,
Majdah seperti mengharapkannya. Ia sedang menunggu seseorang. Yang entah diapun
tak mengetahui siapa orang itu. Majdah tahu, bahwa ada hadist nabi yang
mengatakan apabila telah datang laki-laki sholaeh menghitbahmu, maka terimalah.
Jika tidak maka ia akan mendapatkan musibah. Itulah mengapa ia sedih. Ia tak
tahu harus menjawab apa pertanyaan dari ummi. Sungguh ia belum dapat
menentukannya saat itu juga.
“aku
minta maaf Ummi, aku tak bisa menjawabnya sekarang,
aku butuh waktu utuk memikirkan semua
itu” jawab Majdah pelan.
“ummi
memahami perasaanmu dah, ya sudah ummi memberikanmu waktu 3 hari. Pulanglah dan
sholat istikharalah, semoga Allah memberimu jawaban yang terbaik”
***
Tiga hari telah berlalu. Hari ini Majdah akan memberitahukan keputusannya pada ummi
fa’iz. Setelah melakukan ibadah-ibadah sunnah, dan sholat istikhara akhirnya Majdah
dapat mengambil keputusan.
“jadi
bagaimana Dah ? apakah sudah kamu putuskan ? kami akan menerima apapun itu” ucap
Ummi Fa’iz membuka pembicaraan.
“bismillah...!
baiklah Ummi, kalau memang laki-laki itu bermaksud mengkhitbahku, maka suruhlah
ia datang pada kedua Orang tuaku. Insya
Allah aku menerimanya jikalau ia telah mendapatkan ridho kedua orangtuaku”
“Alhamdulillah,
baiklah Majdah. Insya Allah ustadz Iman akan segera datang pada kedua orang
tuamu bersama Ummi dan abi Fa’iz”
***
Sebulan
setelah proses ta’aruf dan lamaran. Hari ini
adalah hari dimana Majdah telah berubah status menjadi seorang istri. Mendengar ucapan ijab-qabul antara bapak dan
Iman membuat Majdah meneteskan airmata.
Airmata kebahagiaan. Ia sungguh sangat bersyukur. Ternyata laki-laki yang
menjadi Imamnya adalah Iman Ar-Razqi. Orang yang di sukainya dulu.
“Assalamualaikum….!
Trimakasih sayang telah berkenan
menerima pinanganku. Maaf selama ini aku tak pernah memberitahu siapa aku,
pemilik nomor ini. Ini adalah caraku mencintaimu. Mencintaimu karena Allah. Aku
ingin kita bisa sama-sama berubah menjadi lebih baik. Sehingga dulu aku
menghindarimu. Dulu aku telah menyukaimu
sayang dan aku tak ingin rasa sayangku menodai dirimu. sekarang aku sunggu bahagia telah memilikimu sayang. Aku
bahagia Allah menyatukan cinta antara kita”
Majdah
membaca pesan dari nomor yang selama ini ingin diketahui siapa pemiliknya.
Begitu membaca, ternyata dia adalah Iman, suaminya sendiri. Orang yang telah
membuatnya menjemput hidayahNya. Majdah menangis bahagia dan mencium tangan
suaminya.