Selasa, 02 Desember 2014

~Bimbing Aku Menuju Jannah-Nya~


Perasaan itu kembali Majdah alami. Perasaan yang selalu mengusik fikiran dan membuatnya gelisah. Majdah membenci perasaan itu. Rasanya sangat tak enak, tak nyaman, dan sangat mengganggu. Tetapi sebagai manusia biasa  Majdah tak dapat menghilangkannya. Memang sangat wajar, karena itu fitrah yang Allah berikan pada semua insaan termasuk pada Majdah. Namun Majdah tak mengharapkannya sekarang, tapi nanti.
Dilema masalah hati inilah yang sedang dihadapi Majdah sekarang. Seorang mahasiswi jurusan farmasi semester ke-3 di sebuah Perguruan tinggi negeri yang cukup terkenal. Ia adalah tipe gadis yang polos dan lembut, kadang ia pendiam kadang juga cerewet serta penuh senyuman. Majdah  begitu mengagumi Iman, teman kelasnya. ia lelaki yang baik, dan boleh dikatakan faham agama. Bagaimana tidak sejak SMP hingga SMA Iman mengenyam pendidikan di sebuah pondok pesatren. Itulah mengapa teman-teman sering memanggilnya dengan julukan “Pak Ustadz”.
***
Pukul 4.30 subuh Majdah telah bangun. Ia kemudian Melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslimah, lalu mendendangkan lantunan ayat-ayat Ilahi. setelah itu ia segera mandi. Maklumlah Majdah tinggal di Asrama kampusnya sehingga ia tak mau jika harus mengantri untuk mandi.
Hari itu Majdah memiliki Kuliah pagi. Ia masuk pukul 8.00. seperti biasa 15 menit sebelum masuk, Majdah telah berangkat ke kampus bersama Risma dan Kania, teman kelasnya yang kebetulan juga tetangga kamarnya. Sesampai mereka di kelas, belum semua teman-temannya datang. Majdah lansung mengambil tempat duduk di depan tepat dekat Jendela.
“geek” suara hp Majdah bergetar “assaamualaikum..Ukhti, apa sudah ada dosen ?” sebuah pesan singkat dari Iman.
“waalaikumussalam. belum ada. Mungkin dikit lagi dosennya datang” balas Majdah yang pada saat itu belum memiliki rasa suka pada Iman.
“oh. Iya ukhti, kalau sudah ada dosen boleh sms aku ? karena ada urusan penting yang harus ku selesaikan sekarang. Maaf merepotkan”
“ya. Insya Allah” balas Majdah singkat.
“Ok.trimakasih”
Tepat pukul 8.15 dosen baru masuk. Dan Iman belum juga datang.
“Iman. Dimana kamu sekarang ? sudah masuk nih dosennya” Majdah mengirimkan sms untuk Iman.
“aku sekarang masih di jalan Dah, kalau bapak mengabsen tolong kamu katakana saya akan datang tapi terlambat”
Majdah tak membalas pesan iman. Ada sedikit rasa jengkal di hatinya. “ ihh… emang aku ini siapa kamu nyuru-nyuru gitu kayak ndak ada teman cowok aja” gerutu Majdah.
***
Jam mata kuliah pertama berakhir.  Setelah dzuhur akan masuk kembali mata kuliah berikutnya. Majdah menghabiskan waktu tuk menunggu mata kuliah berikutnya di perpustakaan.
“Dah, kenapa kamu tahu kalau Iman hadir terlambat? Tanya Kania penasaran.
“oh,,, itu. tadi sebelum bapak masuk Iman sms aku, ia nyuruh aku agar sms dia kalau ada dosen, karena ada Urusan penting yang harus ia selesaikan” jawab Majdah
“perasaan tuh pak ustadz ndak biasa datang terlambat Dah” tambah kania lagi
“kurang tahu juga, tapi tadi begitu dosen masuk aku sms iman. Eeee. dianya malah minta aku untuk bilang kalau ia akan datang terlambat” jelas Majdah pada Kania dan Risma.
“cieeee… jadi ceritanya sms.an nih…? Sejak kapan kalian dekat?” goda Risma yang orangnya memang suka bercanda.
“aduh Rismaa….! iiiiiii apaan. Jangan mengadah-ngadah deh. Aku juga meresa aneh kenapa Iman sms aku. Padahal ia boleh sms Faris teman dekatnya. Aku jengkel orang seperti itu. Kamu juga ikut aneh Risma” kata Majdah
“hus, jangan gitu, Iman kan nggak salah apa-apa kenapa harus jengkel Dah, mungkin saja ada alasan lain sehingga Iman sms kamu. jangan karena itu kamu benci ke dia dah. Karena aku pernah baca sebuah status hadits di Fb. “bencinlah seseorang sekedarnya saja kelak suatu saat kamu akan mencintainya, dan cintailah seseorang sekedarnya saja kelak suatu saat kamu akan membencinya” kata Kania.
“hahahaha… ih… ogah deh, aku ndak bakalan suka sama si cowok yang celananya kayak orang kebanjiran itu. Tipe cowok yang aku sukai lebih dari Iman.” kata Majdah berusaha membenarkan diri.
Tak di rasa jam telah menunjukan waktu dzuhur Merekapun meninggalkan perpus menuju ke mushollah Fakultas.
***
Memasuki bulan ke dua perkuliahan.  Banyakya tugas laporan dan paraktikum membuat pola makan Majdah tidak terkontrol dan tidurnyapun kurang teratur hingga ia jatuh sakit. Namun Majdah masih saja memaksakan diri ke kampus. Hari itu kelompoknya akan mempresentasikan tugas praktikum yang telah mereka selesaikan. Kebetulan Majdah sekelompok dengan Iman, Fakih, dan Sofia,
Proses diskusi berjalan menarik, pertanyaan-pertanyaan dari kelompok lain di jawab kelompoknya dengan lengkap. Selaku pemateri majdah menginginkan agar pertanyaan dari teman-temannya tidak akan menimbulkan pertanyaan baru. Kini hanya tersisa 1 pertanyaan lagi. Pertanyaan dari Wisnu.
“baiklah, saya akan coba menjawab pertanyaan dari…….!!” Suara Majdah terhenti, ia lansung memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing.
“Majdah,..!! apa kamu sakit ?” Tanya pak Ilham selaku dosen botani Farmasi pada saat itu.
“oh… ndak apa-apa pak hanya sedikit pusing”. Jawab Majdah yang berusaha agar pandangannya tak berputar-putar
“ok, silahkan dilanjutkan” kata pak Ilham lagi
“Majdah, kamu baik-baik saja ? aku saja yang akan menjawab pertanyaan wisnu” kata Iman
Majdak tak menjawab apa yang Iman tanyakan ia lansung berdiri dan menjawab pertanyaan Wisnu “saya minta maaf, baiklah saya akan mencoba menjawab pertanyaan saudari Wisnu yang menanyakan ten…. “bruk” Majdah tiba-tiba pingsan
Semua teman-teman majdah panic dan lansung membawa Majdah Keruang KSR. Diskusi diakhiri dan akan dilanjutkan minggu depan.
“bagaimana perasaanmu Dah, apa sudah agak baikan” Tanya Risma
Majdah tak memjawab, ia memandang sekelilingnya dengan tatapan sayu,tampak semua teman teman kelasnya berada di dekatnya “kenapa kalian semua disini” Tanya Majdah pada Teman-temannya.
“bagaimana kami tak disina Dah, kami semua khawatit terjadi sesuatu padamu” jawab Kania
“Majdah, kenapa kamu memaksakan harus ke kampus, kenapa kamu ndak istirahat aja dulu. Kenapa kamu ndak bilang kalo kamu sakit, kenapa kamu selalu menutupi sakitmu. Kenapa kepolosanmu membuat kita semua merasa kalau kamu baik-baik saja ? kesehatan itu sangat penting bagi semua orang, termasuk pada diri kamu. kalau kamu seperti ini sama saja kamu mendzolimi dirimu sendiri” kata Iman yang terlihat khawatir.
“dukkk” kata-kata Iman membuatnya ingin menangis, ada rasa penyesalan atas kecerobohannya memanange waktu. Ada rasa haru saat mengetahui teman-teman di sekitarnya mengkhawatirkan kondisi dirinya.  Perhatian itulah yang sebenarnya  ia Harapkan. Perhatian dari Orang tuanya, dan dari orang-orang yang menyayanginya. bukan hanya perhatian yang bersifat materi. Tanpa ia sadari airmatanya pun jatuh.
“sudahlah Dah, kamu tak perlu menangis seperti ini. Ini adalah pelajaran untuk kita semua. Kami semua menyayangimu Dah, maafkan kami yang tak memperhatikanmu. Jujur… Kepolosan dan Senyummu membuat kita tak menyadari ternyata kamu sedang tidak baik-baik saja” kata Kania berusaha menenangkan hati Majdah
***
Seminggu setelah kejadian itu sifat Majdah masih seperti biasanya. Polos, tertutup dan penuh senyuman. Sejak saat itu teman-teman kelasnya selalu memberi bantuan kala tugas sedang menumpuk, baik secara kelompok ataupun individu. Begitupun dengan Iman, yang sering sekelompok dengan Majdah. Hal ini membuat mereka terlihat ada sesuatu yang lain. Entah apakah itu.
“assalamualaikum… Dah, setelah sholat dan Tadarus jangan lupa makan malam yah ?” sebuah sms dari Iman.
“Waalaikumussalam.. iya, makasih telah mengingatkan” balas Majdah.
Sms dan pesan-pesan Hikmah dari Iman selalu masuk  dalam kotak masuk hpnya. Hal itu telah berjalan 2 minggu. Perhatian-perhatian dari teman-temannya membuat Majdah merasa lebih hidup dan lebih berwarna. Namun kali ini Majdah merasa ada yang aneh. Ia heran mengapa sudah dua hari Iman tak mengirimkannya pesan. Entah itu pesan untuk mengingatkannya agar tak lupa sholat atau makan ataupun sms kata-kata hikmah. Hal itu membuatnya bertanya-tanya ia bermaksud untuk mengirimkan pesan untuk sekedar menanyakan kabarnya, Namun rasa gengsinya tinggi sehingga niat itu di urungkannya.
Saat itulah Majdah baru menyadari kalau ternyata Ia mulai menyukai Iman. ”ada apa dengan Iman, apakah ia tahu aku menyukainya sehingga ia memutuskan agar tak pernah sms aku lagi ? trus bagaimanakah perasaan iman untuk aku ?” batinnya bertanya-tanya pada dirinya sendiri berusaha mencari beribu alasan.
“Dah ? kamu baik-baik saja ?” Tanya Kania yang barusan nyampe di kelas.
“astagfirullahal adziim kaniaaa… kamu mengagetkanku”
“maaf say, bagaimana kamu sih, kerjanya melamuuun terus, emang kamu lagi mikirin apa sih ?”
“hm.. nggak nia, aku hanya kangen aja pada keluargaku.” Majdah berusaha menutupi apa yg lagi di Fikirkannya. “
“Oh iya,, tadi aku dan Risma berangkat duluan. Karena kamu ditungguin lama amat ?”
“hahahaha.. kenapa nunggu, semalam aku nggak ada di asrama, aku nginap di rumah tanteku, karena ada acara keluarga. Majdah”
“hahaha.. niaaa.. kenapa nggak bilang kemaren sih… untung kami nggak nunggu sampe kamu datang, sampai-sampai Risma ngambek tadi.. hehehe.”
Sementara Asik bercerita Iman datang. Wajah Majdah tiba-tiba memerah padam, jantungnyapun berdenyut lebih dari biasanya. Perasaan yang dialaminya sekarang membuatnya terganggu setiap kali ada Iman. Meski begitu, Majdah berusaha untuk bersikap sebiasa mungkin dihadapan Iman ataupun pada teman-temannya.
“kenapa Iman kelihatan berubah, Biasanya ia selalu menanyakan kabarku. Mengapa sekarang tidak ?” kata-kata itu selalu saja datang, untuk meminta jawaban.
***
Malam itu, sekitar jam setengah delapan Majdah masih mengerjakan tugas Kuliahnya yang akan dikumpulkan besok. Tiba-tiba hp bergetar “geek” Majdah lalu mengambil hpnya. 1 pesan belum dibaca dari nomor tak diketahuinya. Ia lalu menekan tombol lihat “ Bismillah… Assalamualaikum, hadirilah talkshow Muslimah dengan tema “bimbing aku menuju jannah-Nya”. Setelah membaca pesan itu dengan teliti letakkan kembali hpnya. Ia sama sekali tidak berminat mengikuti kegiatan-kegiatan yang bertemakan islam. Meskipun ia islam dan berkerudung, namun ia tak mau terlalu di katakana sok alim atau fanatic.
Setelah tugas-tugasnya di kerjakan, iapun membereskan buku-bukunya yang berhamburan di lantai kemudian bersiap untuk tidur. Sebelum tertidur entah hal apa Majdah kembali ingin membaca pesan dari nomor yang tidak diketahuinya tadi. “hm… temanya sih menarik juga, tapi aku tak mau dibilangin sok alim, aku tak mau sama seperti orang-orang yang dilihat alim padahal masih terlalu banyak dosa yang ku buat. Aku masih ingin memperbaiki hatiku dulu” kata Majdah dalam hati.
Pagi yang cerah, Sang surya mulai menampakkan sinarnya yang merah merona. langit tampak begitu bersih tanpa sedikitpun noda. Setelah sholat subuh dan tadarus, Majdah membuka jendela kamarnya untuk menikmati udara pagi. suasana hatinya terasa lebih tenang dari biasanya. Hari ini Majdah kuliah sore, jadi ia tak perlu terburu-buru untuk mandi.
Sementara asyik menikmati Udara pagi, Majdah mengambil hpnya bermaksud untuk memutar sebuah lagu favoritnya. Asyik mengotak-atik hp, tanpa disadari ia membuka sms yang semalam masuk. Ia merasa ada yang aneh. Padahal sms itu sudah dibacanya berkali-kali, tapi entah mengapa jari-jarinya selalu ingin membuka pesan itu.
“hm… aneh, Apakah aku harus ikut kegiatannya ? aku malu ikut begituan. Ah…!! kenapa aku nggak mencobanya ?”fikir Majdah.
Majdah membaca pesan itu lagi. “siapa sih yang ngirinkan aku pesan ini ? apa dia nggak salah kirimnah ? hmm.. ah ketemu ini dia caranya” ketik BMJ_NAMA_JUR/ANG_NO.Hp kirim ke 085656454xxx  Majdah lalu menuliskan pesan untuk mendaftarkan diri “ BMJ_Majdah Hidayah Syauqiah Apoteker/2008_0813488990xxx. Bismillah.” Majdahpun menekan tombol Send.
Ternyata mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan sangatlah bermanfaat, mempunyai banyak teman yang bisa selalu mengingatkan dikala salah, lupa, ataupun khilaf. Memperoleh tambahan ilmu yang pada mulanya kita tak mengetahuinya akhirnya menjadi tahu. Itulah yang Majdah alami. Atas ilmu yang telah ia dapatkan, Perlaham-lahan Majdah mengubah kebiasaan-kebiasaan buruknya, cara berpakaiannya pun di ubahnya. Dulunya ia suka memakai pakaian yang mengikuti badan sekarang mulai terbiasa memakai Rok, dan jilbabnya sedikit lebih panjang dari sebelum-sebelumnya.
Namun tak bisa ia bohongi kalau rasa suka pada Iman belum bisa di hilangkannya, meski  telah setahun lebih ia dan Iman tak pernah lagi berkomunikasi. Saat berada di kelaspun Iman akan bicara ketika ia diam begitupula dengannya. Mereka sama-sama menjaga jarak antara keduanya.
Majdah sadar, mungkin inilah sebabnya dulu Iman menjauhinya. Ia baru tahu ternyata dalam ajaran Islam antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim harus saling menjaga jarak dan menundukan pandangan.
***
Tiga tahun berlalu. Majdah senang dengan kehidupannya sekarang. Bisa berkumpul bersama teman-teman akhwat  yang baik-baik, yang selalu menasihatinya, menegurnya dan selalu menghiburnya dikala ia merasa bersedih dan terpuruk. Ia merasa keluarga yang ia punya sekarang sungguh sangatlah berarti. Itulah yang dinamakan “Ukhuwah”.
Sejak kelulusannya sebagai sarjana Apoteker, ilmu yang ia dapatkan saat masih kuliah ia terapkan dengan  membuka sebuah apotik herbal ala Rasulullah. Dan ia juga masih tetap aktif di kajian-kajian kemuslimahan. Hal itulah yang membuatnya lebih memahami akan sempurnahnya ajaran agama ALLAH. Ia tak mau lagi mengingat-ngingat kebodohan masalalunya. karena dulu ia pernah berkata tak akan mau  ikut-ikut dalam kajian-kajian keislaman. Baginya itu cukuplah di kenang, cukup dijadikannya sebagai pelajaran hidup. Mengenang hal itu membuatnya ingin tertawa. Bagi Majdah ia Amat bersyukur Allah masih memberikan Hidayah kepadanya. Itu Menandakan Allah menyayanginya. Dan menginginkan  perubahan yang lebih baik pada dirinya.
Hingga saat ini, Majdah masih bertanya-tanya siapakah pemilik nomor, yang pernah mengirimkan pesan talkshow untuknya. Ia sungguh sangat berterimakasih padanya. Karena bagi Majdah siapapun orangnya, ia telah membantunya menjemput hidayah Allah. orang itu pasti sayang pada Majdah dan ingin Majdah berubah menjadi lebih baik sehingga mengajaknya untuk belajar islam.
“subhanallah.. Majdah ?” teriak Risma kaget melihat perubahan pada diri Majdah.
Setelah Wisuda, mereka memang tak pernah lagi bertemu. Karena Risma harus kembali ke kampungnya dan Bekerja disana. Sementara Kania telah menikah dengan seorang Guru SMP dan ikut bersama suaminya. Kini hanyalah majdah yang masih menetap di kota itu. Ia belum punya keinginan untuk kembali ke kampungnya. Lagian itu adalah tempat kelahirannya meski ia di besarkan di daerah orang lain.
“Ya Allah Risma, Aku kangen bangat sama kamu, bagaimana kabarmu Ris ?” Tanya Majdah.
“Alhamdulillah aku baik. subhanallah, kamu sungguh telah banyak berubah Dah”.
“yah.. namanya juga Manusia Ris, seharusnya bisa berubah menjadi lebih baik. Karena sungguh sangatlah merugi bagi seseorang yang apabila dirinya hari ini masih sama seperti kemaren, dan celakalah begi seseorang yang apabila dirinya hari ini lebih buruk dari kemarin”. Jawab Majdah.
“masya Allah bu Ustadzah… kata-katamu sungguh sangat menyentuh, aku pengen nangis loh dah”
“hm… kenapa harus hangis, kita sebagai hamba Allah kan harus saling nasihat menasihati kan ?”
“iya Majdah”. Majdah dan Rismapun saling berpelukan.
Risma sangat takjub dengan perubahan Majdah. Iapun kaget ternyata apotik tempatnya memesan obat herbal untuk ibunya adalah apotik milik Majdah. Dan ia semakin takjub saat mendengar cerita Majdah menjemput  Hidayah Allah. Rupanya Dulu ia telah salah menilai Majdah. Ia berfikir Majdah tak mau lagi berteman bersamanya, kania, ataupun teman-teman lainnya. karena Majdah tak mau lagi diajak ngumpul-ngimpul untuk nongkrong. Rupanya disitulah Majdah mulai Ingin Berubah. Risma juga ternyata penasaran dengan pemilik nomor hp yang telah mengirimkan pesan untuk Majdah.
“apa kamu sudah menghubingi nomor itu dah ?”
“hm, dulu aku memang penasaran siapa orangnya. Tapi aku tak berfikir untuk mencari tahu siapa dia”
“trus…???”
“yah,,, setelah perubahanku sampai pada sekarang ini, aku mencoba menghubingi nomor itu, namun selalu saja nomor tersebut berada di luar jangkauan. Sebenarnya suatu hari ada sms masuk berisi kata Mutiara untuk seorang wanita Muslimah, namun ketika aku coba hubungi nomor itu tak aktif, sungguh itu membuatku bingung” jelas Majdah
“Apa kamu tak berfikir itu Iman Jdah ?”
“apa….?” Majdah kaget mendengar pertanyaan Risma. Ia tak tahu harus menjawab apa. Selama ini Majdah sama sekali tak berfikir kalau itu adalah nomor hp Iman, karena pesan yang sering masuk adalah pesan berisikan pesan untuk wanita sholehah.
“kenapa Diam dah ? apa itu bukan nomornya Iman ?”
“wallahu a’lam Ris, aku tak pernah berfikir kalau itu dia. Sudah lama aku nggak tahu kabarnya.lagian nggak mungkin kalau itu Iman” papar Majdah
“tapi Bisa saja kan Dah kalau itu nomornya.”
“Ya Allah Ris,,,tak mungkin itu Iman. Sudahlah  yang penting sekarang siapapun dia, aku sangat berterimakasih padanya. Semoga apa yang aku lakukan dapat menjadikan Amal jari’ah untuknya”
***
Sebulan berlalu. Hari ini Majdah ada pengajian sore. Sehingga prakteknya tak bisa ia buka sampai malam. Ia hanya menerima pasien hingga tiba waktu ashar.
“Majdah ada  sesuatu yang Pengen Ummi tanyakan ke kamu” kata Ummi  Fa’iz, pembimbing pengajiannya usai mengisi pengajian sore itu
“oh iye Ummi, tafaddali” jawab Majdah
“iyah, kita Tunggu sampai semua keluar dulu.”
Majdah sedikit penasaran. Tak seperti  biasanya jika ada hal-hal yang ummi ingin tanyakan tidak harus menunggu semua orang kaluar. Namun kali ini berbeda. Begitu semuanya keluar meninggalkan tempat pengajian, ummi memulai pembicaraannya.
“begini Majdah, Kemarin ada seorang lelaki menemui abi Fa’iz, suami ummi. Namanya ustadz Iman. Ia  lulusan dari Universitas Islam Internasional Malaysia fakultas kedokteran, ia bermaksud untuk mengkhitbahmu, sehingga ia meminta abi Fa”iz dan ummi untuk menyampaikannya padamu.
Majdah kaget mendengar kata-kata dari Ummi Fa’iz. Dulu saat Majdah masih kuliah dan belum memahami Islam, orang yang pernah membuatnya jatuh hati bernama Iman, Iman Ar-Razqi, teman seangkatan dan sekelasnya. Namun sekarang ia tidak mengetahui siapakah Iman yang bermaksud mengkhitbahnya itu.
Majdah bahagia tetapi juga sedih. Bahagia karena ada lelaki sholeh yang bermaksud menjadi imamnya. Tetapi  entah mengapa, Majdah seperti mengharapkannya. Ia sedang menunggu seseorang. Yang entah diapun  tak mengetahui siapa orang itu.  Majdah tahu, bahwa ada hadist nabi yang mengatakan apabila telah datang laki-laki sholaeh menghitbahmu, maka terimalah. Jika tidak maka ia akan mendapatkan musibah. Itulah mengapa ia sedih. Ia tak tahu harus menjawab apa pertanyaan dari ummi. Sungguh ia belum dapat menentukannya saat itu juga.
“aku  minta maaf  Ummi, aku tak bisa menjawabnya sekarang, aku  butuh waktu utuk memikirkan semua itu” jawab Majdah pelan.
“ummi memahami perasaanmu dah, ya sudah ummi memberikanmu waktu 3 hari. Pulanglah dan sholat istikharalah, semoga Allah memberimu jawaban yang terbaik”
***
Tiga  hari telah berlalu. Hari ini  Majdah  akan memberitahukan keputusannya pada ummi fa’iz. Setelah melakukan ibadah-ibadah sunnah, dan sholat istikhara akhirnya Majdah dapat mengambil keputusan.
“jadi bagaimana Dah ? apakah sudah kamu putuskan ? kami akan menerima apapun itu” ucap Ummi Fa’iz membuka pembicaraan.
“bismillah...! baiklah Ummi, kalau memang laki-laki itu bermaksud mengkhitbahku, maka suruhlah ia datang  pada kedua Orang tuaku. Insya Allah aku menerimanya jikalau ia telah mendapatkan ridho kedua orangtuaku”
“Alhamdulillah, baiklah Majdah. Insya Allah ustadz Iman akan segera datang pada kedua orang tuamu bersama Ummi dan abi Fa’iz”
***
Sebulan setelah proses ta’aruf dan lamaran. Hari ini  adalah hari dimana Majdah telah berubah status menjadi seorang istri.  Mendengar ucapan ijab-qabul antara bapak dan Iman membuat  Majdah meneteskan airmata. Airmata kebahagiaan. Ia sungguh sangat bersyukur. Ternyata laki-laki yang menjadi Imamnya adalah Iman Ar-Razqi. Orang yang di sukainya dulu.
“Assalamualaikum….!  Trimakasih sayang telah berkenan menerima pinanganku. Maaf selama ini aku tak pernah memberitahu siapa aku, pemilik nomor ini. Ini adalah caraku mencintaimu. Mencintaimu karena Allah. Aku ingin kita bisa sama-sama berubah menjadi lebih baik. Sehingga dulu aku menghindarimu. Dulu  aku telah menyukaimu sayang dan aku tak ingin rasa sayangku menodai dirimu. sekarang aku  sunggu bahagia telah memilikimu sayang. Aku bahagia Allah menyatukan cinta antara kita”

Majdah membaca pesan dari nomor yang selama ini ingin diketahui siapa pemiliknya. Begitu membaca, ternyata dia adalah Iman, suaminya sendiri. Orang yang telah membuatnya menjemput hidayahNya. Majdah menangis bahagia dan mencium tangan suaminya.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar