Jumat, 13 Februari 2015

makalah Selayang Pandang Perjalanan Pemikiran Filsafat (Dari Awal Hingga Zaman Islam)

Makalah Selayang Pandang Perjalanan Pemikiran Filsafat (Dari Awal Hingga Zaman Islam)
OLEH

SITTI MARWAH DM
ROSALIA

JURUSAN SASTRA ASIA-BARAT
FAKULTAS ILMU BUDAYA / SASTRA

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

KATA PENGANTAR


Alhamdulillahi rabbail ‘alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat yang begitu besar, terutama nikmat iman, nikmat islam, nikmat umur panjang, dan nikmat sehat sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah Selayang Pandang Perjalanan Pemikiran Filsafat (Dari Awal Hingga Zaman Islam) dalam mata kuliah Dasar-Dasar Filsafat.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita, nabi Muhammad SAW. Kepada keluarganya, sahabatnya, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan sampai kepada kita semua selaku umatnya sampai  akhir zaman. Aamiiin.

Ilmu filsafat sendiri sangat penting untuk diselami lebih dalam. Pada dasarnya semua ilmu bertujuan untuk mencari sebuah jawaban dari sebuah permasalahan. Dengan adanya ilmu segala sesuatu akan lebih dapat dipahami.

Karya tulis ini penulis sadari jauh untuk dikatakan sempurna, untuk itu penulis berharap kritikan dan saran untuk perbaikan ke depan dan untuk menghasilkan karya tulis yang lebih baik lagi.

Mudah-mudahan dengan makalah ini dapat menambah wawasan kita dan menjadi ilmu yang bermanfaat. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Uztad Supratman S.S M.A atas kesediaannya menjadi pengajar. Semoga rahmat Allah SWT tetap tercurah kepada kita semua.

Makassar, 18 April 2012

PENULIS

 



BAB I PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang

            Ilmu filsafat dapat dikategorikan sebagai dasar dari segala ilmu pengetahuan. Dengan filsafat suatu permasalahan akan terpecahkan dengan arif dan bijaksana. Namun untuk bisa memahami filsafat Islam tidak bisa dengan cara yang sederhana. Dalam menentukan definisi dari filsafat Islam itu sendiri masih terjadi silang pendapat dengan teori dan hasil pemikiran yang berbeda-beda.

            Dari makna dasar istilah filsafat yang berasal dari bahasa Yunani yaitu philia yang berarti cinta atau persahabatan dan sophia yang berati kebijaksanaan, seharusnya dengan ilmu filsafat akan melahirkan suatu kaum yang berbudi pekerti luhur. Tetapi terkadang ada sekelompok orang yang mengaku dirinya berpendidikan dan mengaku menguasai ilmu filsafat tetapi tidak tercermin dengan perilaku dan pemikirannya. Salah satu faktornya adalah filsafat itu sendiri sudah tidak murni lagi hasil pemikiran dari hati nurani manusia tetapi sudah dipengaruhi kepentingan duniawi.

B.     Rumusan Masalah

            Untuk menapaki ilmu filsafat secara utuh dengan tujuan mendapatkan pengajaran dan ilmu yang bermanfaat untuk bisa diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga tidak salah arah, disini kita perlu mengetahui sejarah awal filsafat muncul dalam peradaban dunia, yaitu :

1.       Latar belakang timbulnya filsafat
2.       sofisme dan skeptisisme
3.       Masa pertumbuhan filsafat
4.       Akhir filsafat Yunani
5.       Terbitnya fajar Islam
6.       Perkembangan filsafat di zaman Islam

C.      Tujuan

            Ada istilah yang sudah sering kita dengar yaitu tak kenal maka tak sayang. Istilah ini mengandung makna bahwa untuk bisa menyayangi sesuatu kita harus mengenalinya terlebih dahulu. Begitu pun dengan filsafat Islam ini agar tumbuh rasa cinta akan ilmu ini kita harus lebih dahulu mengetahui sejarah awal mula pemikiran filsafat ini tumbuh. Dengan mengetahui sejarah ilmu filsafat ini juga kita akan mempelajari ilmu filsafat Islam ini secara utuh.

D.     D. Manfaat

            Setelah  mempelajari perjalanan pemikiran filsafat dari awal hingga zaman Islam, maka akan tumbuh rasa cinta dengan ilmu filsafat Islam ini karena kita sudah mengenalinya dari sejarahnya. Apabila rasa cinta sudah tumbuh kita akan lebih bersemangat dan sungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu filsafat Islam. Selain itu dengan mempelajari awal tumbuhnya filsafat kita mengetahui kesalahan yang dilakukan suatu kaum pada zaman tersebut dalam penerapan ilmu filsafat itu sendiri, sehingga kita tidak mengulangi kesalahan tersebut di masa kini.


BAB II PEMBAHASAN


1.       LATAR BELAKANG TIMBULNYA FILSAFAT

Manusia adalah makhluk yang selalu mempersoalkan segala sesuatu. Banyak hal yang ingin diketahui manusia. Filsafat berawal dari orang-orang Yunani yang mula-mula berfilsafat di Barat mengatakan bahwa filsafat timbul karena ketakjuban. Ketakjuban di sini adalah ketakjuban menyaksikan keindahan dan kerahasiaan alam semesta ini lantas menimbulkan keinginan untuk mengetahuinya. Berhadapan dengan alam yang indah, luas, bagus, dan ajaib. maka timbul di hati mereka keinginan hendak mengetahui rahasia alam ini. Lalu timbul pertanyaan dari mana datangnya alam ini?, bagaimana terjadinya ? bagaimana kemajuannya dan ke mana sampainya ? Demikianlah selama beratus tahun alam ini menjadi pertanyaan yang memikat perhatian para ahli pikir atau filusuf. karena itu timbullah usaha untuk mencari jawaban atas segala sesuatu yang ditanyakannya.  Dengan menemukan jawaban, maka bertambahlah ilmunya. Semakin heran, semakin banyak pertanyaan, semakin keras usahanya untuk mencari jawaban, dan semakin menemukan jawaban, maka ilmunya akan semakin dalam dan semakin bertambah luas. Dengan bertambahnya ilmu, semakin dalam dan semakin luas, maka seseorang akan semakin mampu menganalisis masalah secara lebih tajam, serta mampu menguasai lingkungannya. Dengan demikian seseorang akan mampu memahami lingkungannya kemudian dapat bertindak dengan benar. Kebenaranlah yang akan membawa manusia kepada puncak kebahagiaan hidupnya. (Wiramihardja. 2006: 4).

Karena selalu berhadapan dengan alam yang begitu luas dan penuh misteri, maka timbullah keheranan pada diri manusia terhadap alam, kemudian timbullah pertanyaan-pertanyaan atas segala sesuatu dan peristiwa yang terjadi di alam ini.  Masyarakat primitif hidup dalam kesederhanaan dalam berbagai aspek, baik aspek materi maupun aspek kepercayaan. Mereka hidup dengan bergantung kepada alam, namun alam ada kalanya tidak bersahabat dengan mereka. Air yang mereka anggap sangat bermanfaat tiba-tiba mendatangkan bencana, seperti banjir dan melongsorkan tanah. Tanah yang menjadi tempat tumbuhnya berbagai tanaman yang menjadi sumber penghidupan mereka, tiba-tiba bergoyang dan menghancurkan segalanya. Hal semacam inilah yang menimbulkan kepercayaan bahwa alam memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan manusia. Kekuatan itu tidak tampak dan liar tetapi mempunyai pengaruh terhadap kehidupan manusia.

Dari hal tersebut di atas, muncullah kepercayaan dinamisme  bahwa setiap benda mempunyai kekuatan gaib (misterius). Benda-benda tertentu dianggap mempunyai kekuatan gaib yang sangat besar, sehingga dipuja sebagai benda bertuah atau mempunyai kesaktian yang dapat digunakan untuk melawan musuh, menyuburkan tanah, menyembuhkan penyakit dan sebagainya.

Kemudian, muncul pula kepercayaan animisme  yang beranggapan bahwa semua benda, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa mempunyai jiwa atau roh. Jiwa atau roh menurut kepercayaan masyarakat primitif mempunyai kekuatan dan kehendak, merasa senang dan susah. Jikalau roh sampai marah, maka akan membahayakan hidup manusia. Oleh karena itu, manusia harus menjaga agar roh itu tidak marah dengan mencari kerelaannya. Cara untuk merayu roh agar tidak marah yaitu dengan memberi sesajian berupa makan atau dengan memberikan kurban.

Para ahli agama berpendapat bahwa dinamisme lebih dulu muncul dari pada animisme. Dalam dinamisme belum ada kepercayaan pada roh orang yang meninggal yang bisa menjalin persahabatan dengan keluarga yang masih hidup. Kepercayaan demikian baru muncul dalam animisme. Dengan demikian dinamisme muncul lebih dulu dari pada animisme, lagi pula dinamisme lebih sederhana dari pada animisme. Dari animisme kemudian meningkat menjadi politeisme. (Bakhtiar. 1997: 65)

Kepercayaan kepada benda yang mempunyai kekuatan gaib (dinamisme), meningkat menjadi kepercayaan kepada roh yang disebut animisme. Pada perkembangannya animisme tidak berhenti pada anggapan bahwa semua benda mempunyai roh, tetapi meningkat pada kepercayaan bahwa di antara benda-benda yang mempunyai roh itu ada yang sangat kuat sehingga menimbulkan pengaruh pada alam. Benda yang dianggap mempunyai kekuatan yang paling besar itulah yang dijadikan simbul penyembahan dan peribadatan.

Roh yang menjadi simbul penyembahan pada kepercayaan animisme itu akhirnya diberi nama sesuai dengan fungsinya, seperti dewa api, dewa laut, dewa petir, dewa hujan dan sebagainya. Dengan demikian dari kepercayaan animisme meningkat menjadi politeisme yang mayakini adanya banyak dewa. Dewa-dewa itulah yang mempunyai kekuatan besar dan yang mengendalikan alam ini sehingga para dewa itu harus dipuja dan disembah.

Perkembangan kepercayaan dari dinamisme menjadi animisme kemudian menjadi politeisme bahkan akhirnya meningkat menjadi monoteisme, merupakan rentetan sejarah peradaban dan pemikiran manusia dalam upayanya mencari jawaban atas keheranan dan pertanyaan-pertanyaan mereka terhadap kekuatan yang ada dibalik alam semesta ini. Ketidakpuasan terhadap mitos-mitos yang dilandasi oleh kepercayaan-kepercayaan dalam menjawab keheranan dan pertanyaan-pertanyaan inilah yang melatar belakangi timbunya filsafat. Manusia yang sudah tidak percaya lagi dengan adanya mitos-mitos kemudian berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan logis yang terdapat dalam fakta-fakta. Ilmu positif adalah ilmu yang diambil dari data yang empiris, kemudian dihubungkan dengan pengertian umum yang berasal dari akal. (Bakhtiar.1997:75)

2.        KEMUNCULAN SOFISME DAN SKEPTISISME

Pada abad ke-5 sebelum masehi, dilaporkan adanya sekelompok sarjana yang dalam bahasa yunani disebutkann dengan “sofis” orang bijak atau orang berilmu. Akan tetapi,  biarpun berinformasi luas mengenai ilmu pengetahuan pada masanya,mereka tidak meyakini adanya kebenaran-kebenaran pasti, mereka juga menafikan kebenaran-kebenaran yang diketahuinya secara pasti.

Ungkapan sofisme  yang semula berarti orang bijak atau sarjana, lantaran disematkan pada orang orang diatas, mengakibatkan kehilangan makna dasarnya dan menjadi simbol pola pikir yang menyesatkan. Dari ungkapan inilah, kata arab sufisthi dan juga Safsathah muncul.

Selain sofisme muncul juga faham yang disebut dengan skeptisisme. Menurut kamus besar bahasa indonesia skeptisisme berasal dari kata  “Skep-tis” yaitu kurang percaya, ragu ragu. Sedangkan Sekeptisisme adalah aliran (kepercayaan) yang memandang sesuatu  selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan). Jadi secara umum skeptisisme adalah ketidak percayaan atau keraguan seseorang tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya. Dalam ilmu filsafat skeptisisme lebih bermakna khusus untuk suatu atau dari beberapa sudut pandang. Termasuk sudut pandang tentang:

1.       Sebuah pertanyaan,
2.       Metode mandapatkan pengetahuan melalui keraguan sistematis dan terus menerus pengujian,
3.       Kesembarangan, relativitas, atau subyektivitas dari nilai nilai moral,
4.       Keterbatasan pengetahuan,
5.       Metode intelektual kehati-hatian dan pertimbangan yang di tangguhkan.

3.       MASA PERTUMBUHAN FILSAFAT

a.       Munculnya Filsafat

Filsafat, terutama Filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.

Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.

Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.

b.      Zaman Yunani Kuno

Periode filsafat Yunani merupakan periode terpenting dalam sejarah peradaban manusia. Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris yaitu pola pikir yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Pada saat itu, gempa bumi bukanlah suatu fenomena biasa melainkan suatu fenomena di mana Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya.

Pada periode ini muncullah filosof pertama yang mengkaji tentang asal usul alam  yaitu Thales (624-546 SM). Pada masa itu, Ia mengatakan bahwa asal alam adalah air karena unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup adalah air. Air dapat berubah menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air. Sedangkan Heraklitos berpendapat bahwa segala yang ada selalu berubah dan sedang menjadi. Ia mempercayai bahwa arche (asas yang pertama dari alam semesta) adalah api. Api dianggapnya sebagai lambang perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada dan mengubah sesuatu tersebut menjadi abu atau asap. Sehingga Heracllitos menyimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri.

Selain Heraclitos ada pula permenides. Permenides lahir di kota Elea. Ia merupakan ahli filsuf yang pertama kali memikirkan tentang hakikat tentang ada. Menurut pendapat Permenides apa yang disebut sebagai realitas adalah bukan gerak dan perubahan. Yang ada itu ada, yang ada dapat hilang menjadi ada, yang tidak ada adalah tidak ada sehingga tidak dapat dipikirkan. Yang dapat dipikirkan hanyalah yang ada saja, yang tidak ada tidak dapat dipikirkan. Dengan demikian, yang ada itu satu, umum, tetap, dan tidak dapat di bagi-bagi karena membagi yang ada akan menimbulkan atau melahirkan banyak yang ada, dan itu tidak mungkin.

c.       Puncak Keemasan Filsafat

Zaman keemasan atau puncak dari filsafat Yunani Kuno atau Klasik, dicapai pada masa Sokrates (± 470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Sokrates  merupakan anak dari seorang pemahat Sophroniscos, ibunya bernama Phairmarete yang bekerja sebagai seorang bidan. Istrinya bernama Xantipe yang terkenal galak dan keras.

Filsafat yunani telah mencapai kejayaannya sehingga melahirkan peradaban yunani dan menjadikan titik tolak peradaban manusia di dunia.Filsafat yunani telah menyebar dan mempengaruhi di berbagai bangsa diantaranya adalah bangsa Romawi, karena Romawi merupakan kerajaan terbesar di daratan Eropa pada waktu itu. Bangsa Romawi yang semula beragama kristen dan kemudian kemasukan filsafat merupakan suatu formulasi baru yaitu agama berintegrasi dengan filsafat, sehingga munculah filsafat Eropa yang tak lain penjelmaan dari filsafat Yunani.

Para sarjana filsafat mengatakan bahwa mempelajari filsafat Yunani berarti menyaksikan kelahiran filsafat. Karena itu tidak ada pengantar filsafat yang lebih ideal dari pada study perkembangan pemikiran filsafat di negeri Yunani. Alfred Whitehead mengatakan tentang Plato: “All Western phylosophy is but a series of footnotes to Plato”. Pada Plato dan filsafat Yunani umumnya dijumpai problem filsafat yang masih dipersoalkan sampai hari ini.Tema-tema filsafat Yunani seperti ada, menjadi, substansi, ruang, waktu, kebenaran, jiwa, pengenalan, Allah dan dunia merupakan tema-tema bagi filsafat seluruhnya.

Ada tiga filsuf dari kota Miletos yaitu Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Ketiganya secara khusus menaruh perhatian pada alam dan kejadian-kejadian alamiah, terutama tertarik pada adanya perubahan yang terus menerus di alam. Mereka mencari suatu asas atau prinsip yang tetap tinggal sama di belakang perubahan-perubahan yang tak henti-hentinya itu. Thales mengatakan bahwa prinsip itu adalah air, Anaximandros berpendapat to apeiron atau yang tak terbatas sedangkan Anaximenes menunjuk udara.

Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di atas air. Tentang bumi, Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain. Sedangkan mengenai kehidupan bahwa semua makhluk hidup berasal dari air dan bentuk hidup yang pertama adalah ikan.Dan manusia pertama tumbuh dalam perut ikan.Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir pertama yang mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dan jagat raya.Udara di alam semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia.

Filosof berikutnya yang perlu diperkenalkan adalah Pythagoras.Ajaran-ajarannya yang pokok adalah pertama dikatakan bahwa jiwa tidak dapat mati.Sesudah kematian manusia, jiwa pindah ke dalam hewan, dan setelah hewan itu mati jiwa itu pindah lagi dan seterusnya.Tetapi dengan mensucikan dirinya, jiwa dapat selamat dari reinkarnasi itu.Kedua dari penemuannya terhadap interval-interval utama dari tangga nada yang diekspresikan dengan perbandingan dengan bilangan-bilangan, Pythagoras menyatakan bahwa suatu gejala fisis dikusai oleh hukum matematis.Bahkan katanya segala-galanya adalah bilangan. Ketiga mengenai kosmos, Pythagoras menyatakan untuk pertama kalinya, bahwa jagat raya bukanlah bumi melainkan Hestia (Api), sebagaimana perapian merupakan pusat dari sebuah rumah.

Pada Zaman Pythagoras ada Herakleitos Di kota Ephesos dan menyatakan bahwa api sebagai dasar segala sesuatu. Api adalah lambang perubahan, karena api menyebabkan kayu atau bahan apa saja berubah menjadi abu sementara apinya sendiri tetap menjadi api. Herakleitos juga berpandangan bahwa di dalam dunia alamiah tidak sesuatupun yang tetap.Segala sesuatu yang ada sedang menjadi.Pernyataannya yang masyhur “Pantarhei kai uden menei” yang artinya semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap.Filosof pertama yang disebut sebagai peletak dasar metafisika adalah Parmenides.Parmenides berpendapat bahwa yang ada ada, yang tidak ada tidak ada. Konsekuensi dari pernyataan ini adalah yang ada 1) satu dan tidak terbagi, 2) kekal, tidak mungkin ada perubahan, 3) sempurna, tidak bisa ditambah atau diambil darinya, 4) mengisi segala tempat, akibatnya tidak mungkin ada gerak sebagaimana klaim Herakleitos.

Pemikiran paling masyhur yang berdiri menentang kaum sofis dan menyanggah gagasan-gagasan mereka adalah Socrates. Dialah orang yang menamai dirinya dengan philosophus, pencinta kebikjasanaan. Para sejarahwan filsafat menyebutkan dua alasan Scorates memilih nama tersebut : kerendahan hati yang selalu mengakui kebodohan dirinya; dan tentangan bagi sofis yang menyebut diri mereka  sarjana, Dengan pilihan tampaknya Socrates hendak memahamkan mereka: melibatkan diri dalam pembahasan dan perdebatan, pengajaran dan pembelajaran, demi tujuan material dan politik, tidaklah layak menyandang gelar ‘orang bijak’. Bahkan, saya yang menolak gagasan-gagasan Anda dengan alasan-alasan jauh lebih kukuh, tidak merasa layak menyandang gelar itu, dan lebih memilih nama pecinta kebijaksanaan.

Sejak pertama kali socrates menyebut dirinya sebagai filosof, istilah filsafat digunakan  sebagi lawan dari sophistry (kesofian atau kerancuaan berfikir), dan memuat seluruh ilmu hakiki, seperti fisika, kimia, kedokteran, astronomi, matematika,dan teologi sampai sekarang. Dalam perpustakaan dunia ilmu fisika, dan kimia masih digolongkan kedalam ilmu  filsafat. Cuma bidang bidang berdasarkan kesepakatan seperti bidang kosakata, tata kalimat, dan tata bahasa yang berada diluar wilayah filsafat.

Atas dasar itu filsafat dianggap sebagai kata umum untuk seluruh ilmu hakiki yang dibagi menjadi dua kelompok umum: ilmu teoritis dan ilmu praktis. Ilmu teoritis meliputi ilmu-ilmu alam, matematika, dan teologi. Ilmu alam meeliputi Kosmologi, botani, dan zoologi, ilmu matematika meliputi aritmatika, geometri, astronomi dan musik, ilmu teologi dibagi menjadi dua kelompok : metafisika atau perbincangan yang meliputi seputar wujud. Dan teologi Ketuhanan. Ilmu-ilmu praktis bercabang tiga: moralitas atau ahlak, ekonomi domestik, dan politik.

4.       AKHIR FILSAFAT YUNANI

Akhir filsafat yunani diawali dengan kemandekannya para murid-murid dari kedua tokoh filsafat yaitu Plato dan Aristoteles, setelah kedua guru tersebut meninggal. Walaupun pada mulanya murid-murid ini cukup meramaikan pasar filsafat. Kegairahannya berangsur hilang dari peredaran. Guru-guru ilmu pengetahuan berpindah dan menetap di Aleksandria, karam dalam penelitian dan pendidikan yang berlangsung sampai abad ke-4 sebelum Masehi.

            Tatkala kekaisaran Romawi memeluk agama Kristen dan menyebarkan doktrin Gereja sebagai keyakinan dan ajaran resmi, Kaisar Romawi Timur, pada 529 M memutuskan untuk menutup seluruh universitas dan sekolah di seluruh Athena dan Aleksandria. Kejadian itu mengakibatkan para sarjana mengungsi menyelamatkan diri ke berbagai kota dan negara lain. Dengan begitu cahaya obor ilmu pengetahuan dan filsafat padam di Kekaisaran Romawi.

5.       TERBITNYA FAJAR ISLAM

            Pada abad ke-6 M peristiwa paling besar terjadi, yaitu hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Beliau mendorong umatnya untuk memperoleh ilmu dan kebijaksanaan. Berkat seruan Nabi tersebut umat muslim mulai mempelajari dan menerjemahkan berbagai ilmu warisan Yunani, Roma, dan Persia ke dalam bahasa Arab. Mereka berhasil menyumbangkan ilmu temuan seperti aljabar, astronomi, fisika dan kimia.

            Perkembangan kebudayaan Islam kemudian dipengaruhi juga oleh unsur politis. Rezim Umayah dan Abbasiyah berupaya memegahkan rezim mereka dengan para sarjana dan pakar yang dibekali dengan beraneka rupa ilmu Yunani, Romawi, dan Persia agar mereka mau menjajakan ilmu pengetahuan di tengah-tengah masyarakat. Dengan cara ini gagasan filsafat, ilmu pengetahuan dan seni mengalami perkembangan. Lalu kaum muslim pun mulai menyelidiki, mengadopsi, dan menyanggah pernak-pernik asing ini. Dengan berjerih payah tokoh-tokoh cemerlang bermunculan dalam bidang sains dan filsafat. Dan akhirnya kebudayaan Islam pun menghasilkan buah.

6.       PERKEMBANGAN FILSAFAT DI ZAMAN ISLAM

Pada masa berkuasanya Bani Umayyah, pengaruh filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani belum begitu kelihatan. Hal ini disebabkan masa ini adalah masa di mana kaum muslimin masih disibukkan dengan persoalan penakhlukan dan perluasan wilayah ke daerah-daerah sekitarnya. Selain dari itu, kegiatan kaum muslimin masih banyak mengacu pada kebudayaan Arab. (Zar. 2009: 34).

buku-buku ilmu pengetahuan Yunani juga sudah dimulai pada masa  Daulah Amawiyyah  ini. Buku-buku yang diterjemahkan pada masa ini adalah yang erat kaitannya dengan keperluan hidup praktis, seperti buku kimia dan kedokteran. Penerjemahan pada masa ini antara lain disponsori oleh khalifah Marwan Ibnu Al-Hakam, khalifah Khalid Ibnu Yazid dan khalifah Umar Ibnu Abdu Al-‘Aziz. (Zar. 2009: 34-35). Buku ilmiah pertama yang diterjemahkan oleh orang Arab adalah Ilmu Kedokteran pada masa khalifah Marwan Ibnu Al-Hakam pada tahun 64-65 H.  (Boy. 2003: 32)

Kegiatan penterjemahan mencapai masa keemasan pada masa khalifah Al-Makmun. Beliau termasuk intelektual yang sangat menggandrungi ilmu pengetahuan dan filsafat. Beliau mendirikan akademi  “Bait Al-Hikmah” yang dipimpin oleh Hunain Ibnu Ishaq, seorang nasrani yang ahli bahasa Yunani dibantu oleh anaknya Ishaq Ibnu Hunain, Sabit Ibnu Qurra, Qusta Ibnu Luqas, Hudaibah Ibnu Al-Hasni, Abu Bishsr Matta Ibnu Yunus, Al-Kindi dan lain-lain. Akademi ini tidak hanya dipakai sebagai tempat penerjemahan, tetapi juga dipakai sebagai pusat pengembangan filsafat dan ilmu pengetahuan. Di luar Bagdad; kota Marwa (Persia Tengah), Jundisapur dan Harran juga melakukan kegiatan penerjemahan. (Zar. 2009: 34-36).

Selain dikenal sebagai zaman kejayaan Islam, periode Abbasiyyah ini dapat juga dikatakan sebagai masa kebangkitan sekaligus masa keemasan bagi filsafat dan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Hal ini ditandai dengan kemunculan banyak tokoh-tokoh filsafat dan ilmuwan Muslim seperti, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al-Ghazali, Ibnu Bajjah, Ibnu Miskawaih dan sebagainya. Selain kemajuan di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan eksakta seperti, matematika, biplogi, kimia, dan lain-lain, sejarah juga mencatat kemajuan ilmu-ilmu keislaman dalam bidang tafsir, hadits, fiqih, dan sebagainya.

            Seiring dengan meluasnya wilayah pemerintah Islam terdapat pertukaran gagasan antara para sarjana dan penerjemahan dari beragam bahasa kedalam bahasa arab yang telah menjadi bahasa internasional umat muslim. Pada mulanya tiadanya bahasa bersama dan peristilahan dan ketidakcocokan asas-asas filsafat barat dan timur, menyukarkan pengajaran filsafat. Hingga muncullah jenius-jenius seperti Abu Nashr Al-Farabi dan Ibn Sina yang mampu menyerap keseluruhan pemikiran filsafat pada zaman itu. Mereka berhasil me-review dan memilih sejumlah kaidah filsafat yang pas dan membeberkan sebuah sistem filsafat yang sempurna. Meskipun demikian , bagian terbesar dari sistem ini berasal dari Aristoteles, sehingga warna Aristotelian dan peripatetiknya pun cukup kentara.

            Selanjutnya, sistem filsafat ini mendapat kritis dari para pemikir, seperti Al-Ghazali, Abu Al-Barakat Al Baghdadi dan Fakhr Al-Din Al-Razi. Pada sisi lain Syihab Al-Din Al-suhrawardi mendirikan aliran filsafat baru yang dinamai filsafat Iluminasionis, yang warna Platoniknya lebih pekat lagi.

            Berabad-abad kemudian, filosof-filosof besar seperti Khwajah Nashrir Al-Din Al-Thusi, Muhaqqiq Dawani, Sayyid Shadr Al-Din Al-Dasytaki, Syaikh Al-Baha’i dan Mir Muhammad Damad berhasil memperkaya filsafat Islamdengan curahan gagasan cemerlang mereka. Akhirnya Shadr Al-Din Al-Syirazi atau Mulla Shadra memperkenalkan sistem filsafat baru yang menggabungkan elemen-elemen serasi dalam filsafat peripatetik, iluminasionisme, dan penyingkapan-penyingkapan mistis, yang ditambah beragam ide dan fikirannya yang menawan yang dia menyebutnya dengan teosofi transenden atau hikmat-e muta’aliyah.

BAB III PENUTUP


A.      KESIMPULAN

Manusia selalu berhadapan dengan alam yang begitu luas dan penuh misteri. Fenomena alam yang berpengaruh langsung terhadap kehidupan manusia menimbulkan keheranan dan berbagai pertanyaan. Dengan kekuatan akalnya manusia terus berusaha mencari jawaban tentang segala sesuatu atau kekuatan yang ada dibalik peristiwa alam yang serba misterius tersebut. Usaha manusia untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang ditimbulkan oleh rasa heran itu kemudian mendorongnya untuk menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan logis dalam fakta-fakta untuk mengetahui hakikat segala sesuatu. Dengan kata lain, karena hal-hal sebagaimana tersebut, maka terdoronglah manusia untuk melakukan kegiatan filsafat.

Filsafat, terutama Filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.

Perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan Islam mencapai keemasannya pada masa Daulah Abbasiyyah, bertepatan dengan dicapainya Zaman kejayaan Islam. Pada masa ini banyak dilakukan kegiatan penerjemahan filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani ke dalam bahasa Arab, yang pada gilirannya hal ini banyak melahirkan filosof dan ilmuwan Islam sehingga peradaban Islam mencapai puncak kejayaannya. Selama berabad-abad peradaban Islam berada pada puncak kejayaannya yang cemerlang, di mana pada saat yang sama wilayah yang jauh dari kekuasaan Islam masih berada pada masa kegelapan.


B.      SARAN

Pemaparan penulis mengenai SELAYANG PANDANG PERJALANAN PEMIKIRAN FILSAFAT ( Dari Awal Hingga Zaman Islam ) berupa kutipan-kutipan dari beberapa referensi yang dapat dipertanggung jawabkan dengan perubahan seperlunya. Oleh karena itu, jika ditemukan kejanggalan di dalamnya, penulis mengharapkan kritik pembaca demi peningkatan kualitas makalah dan kredibilitas penulis.






DAFTAR PUSTAKA


-   Yazdi, Mishbah MT. Prof, 2010. Philosophical Instructions: An Introduction to Contemporary Islamic Philosophy, terj: Buku Daras Filsafat Islam, Shadra Press, Jakarta.

-   Al-Ahwani, Ahmad, Fuad. 1997. Filsafat Islam. Diterjemahkan oleh Pustaka Firdaus. Jakarta: Pustaka Firdaus. 

-      Bakhtiar, Amsal. 2009. Filsafat Ilamu. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

-      Bakhtiar, Amsal. 1997. Filsafat Agama. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

-      Boy, Pradana. 2003. Filsafat Islam. Malang: UMM Press.

-     Fakhry, Majid. 1987. Sejarah Filsafat Islam. Diterjemahkan oleh R. Mulyadhi Karanegara. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

-        http://www.wikipedia.com,







Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar