Rabu, 11 Februari 2015

MAKALAH KESUSASTRAAN ARAB DI ALJAZAIR DAN TUNISIA”



“KESUSASTRAAN ARAB DI ALJAZAIR DAN TUNISIA”



OLEH:

RIYADAH  SAGIRAH
SITTI MARWAH DM

JURUSAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ILMU BUDAYA (FIB)
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan  nikmat, rahmat dan hidayah-NYA, sehingga penulisan makalah ini dapat kami selesaikan.

Sholawat dan salam tak lupa kita kirimkan kepada Sayyidul anbiya’ wal mursalin yaitu nabi Muhammad SAW, yang telah membebaskan umat manusia dari zaman kejahiliaan yang gelap gulita menuju zaman yang terang benderang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Makalah ini membahas tentang “Kesusastraan Arab di Aljazair dan Tunisia” yang tentunya Dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekeliruan, maka dari itu kritik dan saran membangun dari pembaca sangat kami harapkan sebagai bahan perbaikan, karena kami menyadari bahwa  “tiada gading yang tak retak, tiada lautan yang tak berombak dan tiada manusia yang tak luput dari salah dan khilaf”.
Sebagai penutup, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Dan semoga memberi manfaat.


Makassar, Desember 2013

Kelompok VI





BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

1.       Aljazair

Aljazair adalah generasi yang berasal dari negara-negara Arab ketika masuknya   kekuasaan Islam dan masa setelahnya. Selanjutnya orang-orang Arab bersatu bersama orang-orang Amazigh (penduduk asli Aljazair) dan menjadi satu umat dengan agama Islam, bahasa satu dengan bahasa Arab, dan bersatu menghadapi penjajah Barat.

Negara produksi gas terbesar kedua di dunia ini pernah mengalami "masa-masa hitam". Pada tahun 1990 Aljazair dilanda perang saudara penuh kekerasan dan berkepanjangan.

2.       Tunisia

Sedangkan Tunisia, sebuah negara kecil di belahan utara Afrika, luasnya hanya sedikit lebih besar dari luas pulau Jawa (Tunisia: 161.610 km2, pulau Jawa: 126.700 km²) sedangkan jumlah penduduknya diperkirakan hampir sebanding dengan jumlah penduduk di ibukota Jakarta, yaitu sekitar 10 juta jiwa.

Mayoritas penduduknya beragama Islam dengan pola pikir independen, dalam arti kata, terbuka dan tidak ekstrim. Kendati demikian, meski mereka beragama Islam, masih sedikit sekali yang menerapkan simbol keislamannya, dengan menggunakan kerudung.

Dari segi mazhab, Tunisia merupakan negara penganut mazhab Maliki, salah satu ciri khasnya adalah arsitektur menara masjid-masjidnya yang berbentuk persegi empat.

Bahasa yang digunakan di Tunisia adalah bahasa Arab, dan bahasa Prancis sebagai bahasa kedua, karena Tunisia merupakan negara kolonial Prancis yang merdeka sejak 1956. Penulisan berbagai macam banner di jalanan, atau menu-menu di café, biasanya di tulis dengan dua tulisan, Arab dan Prancis.

B.      Rumusan Masalah

1.       Bagaimana sejarah kesusastraan di Aljazair dan Tunisia?
2.       Siapa tokoh sastrawan di Aljazair dan Tunisia dan karyanya?
3.       Bagaimana karakteristik karya sastra, baik di Aljazair maupun Tunisia?
4.       Apa berita seputar sastra di Aljazair dan Tunisia terkait dgn indonesia?


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah kesusastraan arab di Aljazair dan Tunisia

1.       Aljazair

Negara Republik Demokrasi Rakyat Aljazair (Al-Jumhûriyah al-Jazâ`iriyah ad-Dîmuqrâtiyah ash-Sha’biyah atau People's Democratic Republic of Algeria) memiliki sejarah panjang dan heroik. Dalam situs resmi kepresidenan negara Aljazair disebutkan, bahwa manusia sudah ada di Aljazair sejak 5000 tahun sebelum masehi. Penduduk itu lebih dikenal dengan sebutan Nomadiy.

Penduduk asli Aljazair adalah dari Amazigh atau Barbar yang sekarang tinggal 17% dari penduduk Aljazair. Nama ini telah digunakan sejak pendudukan Romawi, yaitu sebutan untuk Qabail, Syawiyah, Thawariq, Bani Yaqzan. Mereka semua adalah penduduk asli Aljazair.

Sementara yang saat ini menempati 83% penduduk Aljazair adalah generasi yang berasal dari negara-negara Arab ketika masuknya kekuasaan Islam dan masa setelahnya. Selanjutnya orang-orang Arab bersatu bersama orang-orang Amazigh (penduduk asli Aljazair) dan menjadi satu umat dengan agama Islam, bahasa satu dengan bahasa Arab, dan bersatu menghadapi penjajah Barat.

dari tahun 1830 Al-jazair dijajah prancis dan Setelah dijajah selama 150 tahun lebih, pada 1954, Front Pembebasan Nasional (FLN) yang didukung penuh rakyat Aljazair melancarkan perang gerilya. Dan, setelah hampir 1 dekade bergerilya di kota dan desa, dengan berkorban nyawa dan harta benda, akhirnya mereka berhasil memaksa Perancis keluar pada 1962. Oleh karena itu kemudian Aljazair dikenal dengan Negara milyûn syahîd (sejuta pahlawan). Aljazair memploklamirkan merdeka sebagai Negara Republik kesatuan tepatnya pada 5 Juli 1962. Saat ini bentuk Negara ini berdasarkan republik presidensial.

Aljazair sempat menjadikan bahasa Perancis sebagai bahasa utama di samping bahasa Arab. Tapi pada bulan Desember 1990, Majelis Rakyat Nasional (MPR) mengesahkan aturan penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi Aljazair dan melarang perusahaan-perusahaan swasta dan partai politik menggunakan bahasa Perancis dan Barbar. Akibat kebijakan ini, warga Prancis dan keturunanya banyak yang keluar dari Aljazair.

Karya-karya sastra Aljazair banyak yang dipengaruhi oleh  iklim perang kemerdekaan melawan Perancis. meskipun sekaligus timbul paradoks, yakni banyak sastrawan negera di  Afrika Utara ini yang menulis karya sastranya dalam bahasa Perancis dan gaya penulisannya pun tidak jauh berbeda dengan gaya pengarang Perancis.


2.       Tunisia

Tunisia, sebuah negara kecil di belahan utara Afrika, luasnya hanya sedikit lebih besar dari luas pulau Jawa (Tunisia: 161.610 km2, pulau Jawa: 126.700 km²) sedangkan jumlah penduduknya diperkirakan hampir sebanding dengan jumlah penduduk di ibukota Jakarta, yaitu sekitar 10 juta jiwa.

Mayoritas penduduknya beragama Islam dengan pola pikir independen, dalam arti kata, terbuka dan tidak ekstrim. Kendati demikian, meski mereka beragama Islam, masih sedikit sekali yang menerapkan simbol keislamannya, dengan menggunakan kerudung.

Dari segi mazhab, Tunisia merupakan negara penganut mazhab Maliki, salah satu ciri khasnya adalah arsitektur menara masjid-masjidnya yang berbentuk persegi empat, seperti menara masjid Jami’ el Hawa namanya. Jami' atau Jemi' adalah sebutan untuk masjid yang artinya adalah masjid itu sendiri.

Bahasa yang digunakan di Tunisia adalah bahasa Arab, dan bahasa Prancis sebagai bahasa kedua, karena Tunisia merupakan negara kolonial Prancis yang merdeka sejak 1956. Penulisan berbagai macam banner di jalanan, atau menu-menu di café, biasanya di tulis dengan dua tulisan, Arab dan Prancis. Bahkan SMS pemberitahuan dari provider telpon seluler atau dari suatu instansi selalu menggunakan bahasa prancis.

B.      Tokoh sastrawan di Aljazair dan Tunisia

1.       Aljazair

1.1      Yasmina Khadra

Yasmina Khadra bukanlah nama sebenarnya. Sebagaimana terungkap dalam L’Ecrivain, otobiografinya yang terbit pada 2001, nama aslinya Mohammed Moulessehoul. Pria keturunan Aljazair ini kini menetap di Prancis, setelah lama tinggal di Meksiko. Khadra menulis banyak buku, antara lain :
a.       L’Imposture des mots (The Imposture of the Words),
b.       Les Hirondelles de Kaboul (The Swallows of Kabul),
c.       L’Attentat (The Attack),
d.       Au nom de Dieu (In the Name of God),
e.       dan Reves de Loup (Wolf Dreams).


The Sirens of Baghdad adalah novel ketiga dari trilogi karya Yasmina Khadra tentang fundamentalisne Islam. Dalam novel ini, Khadra mengajak pembaca mengunjungi Baghdad yang tercabik-cabik akibat perang.

Seorang pemuda terpaksa hengkang dari Universitas Baghdad saat Amerika menyerbu Iraq. Ia kembali ke kampungnya di tengah padang pasir. Tetapi di sana, ia mendapati serdadu Amerika membunuh seorang pemuda idiot, juga pesawat Amerika yang tengah membom-bardir pesta pernikahan di kawasan pinggiran desa. Tak lama berselang, pada suatu malam, sekelompok tentara memaksa masuk ke dalam rumahnya dan menyiksa ayahnya.

Atas peristiwa itu, sang pemuda memutuskan kembali ke kota Baghdad yang telah luluh-lantak. Bergemuruh dalam dadanya tekad membalas dendam. Tak urung, sebuah kelompok garis keras tertentu pun dimasukinya. Untuk suatu misi rahasia, ia dikirim ke Beirut, hingga akhirnya tugas berat membawanya ke London. Menjelang detik-detik penerbangannya menuju London, konflik batin tiba-tiba mengoyak pendiriannya: di satu sisi berhasrat menuntaskan misi dan di sisi lain keinginan itu ditahan oleh prinsip-prinsip moral yang dianutnya.

Dengan ketajaman analisis atas peristiwa kekerasan dan akibatnya bagi diri seseorang, Khadra berhasil menggali situasi-situasi pelik, yang tak mungkin dilakukan penulis lain. Seperti karya-karya sebelumnya, dengan penuh kekuatan, novel ini mengungkap naluri terdalam manusia, dan membuktikan bahwa kebaikan pasti menang sekalipun dalam situasi amat mengerikan.

2.       Tunisia

2.1   Ibnu Khaldun

Dunia mendaulatnya sebagai `Bapak Sosiologi Islam'. Sebagai salah seorang pemikir hebat dan serba bisa sepanjang masa, buah pikirnya amat berpengaruh. Sederet pemikir Barat terkemuka, seperti Georg Wilhelm Friedrich Hegel, Robert Flint, Arnold J Toynbee, Ernest Gellner, Franz Rosenthal, dan Arthur Laffer mengagumi pemikirannya.

Tak heran, pemikir Arab, NJ Dawood menjulukinya sebagai negarawan, ahli hukum, sejarawan dan sekaligus sarjana. Dialah Ibnu Khaldun, penulis buku yang melegenda, Al-Muqaddimah. Ilmuwan besar yang terlahir di Tunisia pada 27 Mei 1332 atau 1 Ramadhan 732 H itu memiliki nama lengkap Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad Ibn Khaldun Al-Hadrami Al-Ishbili. Nenek moyangnya berasal dari Hadramaut (Yaman) yang bermigrasi ke Seville (Spanyol) pada abad ke-8 M, setelah semenanjung itu ditaklukan Islam.

Setelah Spanyol direbut penguasa Kristen, keluarga besar Ibnu Khaldun hijrah ke Maroko dan kemudian menetap di Tunisia. Di kota itu, keluarga Ibnu Khaldun dihormati pihak istana dan tinggal di lahan milik dinasti Hafsiah. Sejak terlahir ke dunia, Ibnu Khaldun sudah hidup dalam komunitas kelas atas.

Ibnu Khaldun hidup pada masa peradaban Islam berada diambang degradasi dan disintegrasi. Kala itu, Khalifah Abbasiyah di ambang keruntuhan setelah penjarahan, pembakaran, dan penghancuran Baghdad dan wilayah disekitarnya oleh bangsa Mongol pada tahun 1258, sekitar tujuh puluh lima tahun sebelum kelahiran Ibnu Khaldun.

Guru pertama Ibnu Khaldun adalah ayahnya sendiri. Sejak kecil, ia sudah menghafal Alquran dan menguasai tajwid. Selain itu, dia juga menimba ilmu agama, fisika, hingga matematika dari sejumlah ulama Andalusia yang hijrah ke Tunisia. Ia selalu mendapatkan nilai yang memuaskan dalam semua bidang studi.

Studinya kemudian terhenti pada 749 H. Saat menginjak usia 17 tahun, tanah kelahirannya diserang wabah penyakit pes yang menelan ribuan korban jiwa. Akibat peristiwa yang dikenal sebagai Black Death itu, para ulama dan penguasa hijrah ke Maghrib Jauh (Maroko).

Ahmad Syafii Maarif dalam bukunya memaparkan, di usia yang masih muda, Ibnu Khaldun sudah menguasi berbagai ilmu Islam klasik seperti filsafat, tasawuf, dan metafisika. Selain menguasai ilmu politik, sejarah, ekonomi serta geografi, di bidang hukum, ia juga menganut madzhab Maliki.

Sejak muda, Ibnu Khaldun sudah terbiasa berhadapan dengan berbagai intrik politik. Pada masa itu, Afrika Utara dan Andalusia sedang diguncang peperangan. Dinasti-dinasti kecil saling bersaing memperebutkan kekuasaan, di saat umat Islam terusir dari Spanyol. Tak heran, bila dia sudah terbiasa mengamati fenomena persaingan keras, saling menjatuhkan, saling menghancurkan.

Di usianya yang ke-21, Ibnu Khaldun sudah diangkat menjadi sekretaris Sultan Al-Fadl dari Dinasti Hafs yang berkedudukan di Tunisia. Dua tahun kemudian, dia berhenti karena penguasa yang didukungnya itu kalah dalam sebuah pertempuran. Ia lalu hijrah ke Baskarah, sebuah kota di Maghrib Tengah (Aljazair).

Ia berupaya untuk bertemu dengan Sultan Abu Anam, penguasa Bani Marin dari Fez, Maroko, yang tengah berada di Maghrib Tengah. Lobinya berhasil. Ibnu Khaldun diangkat menjadi anggota majelis ilmu pengetahuan dan sekretaris sultan setahun kemudian. Ia menduduki jabatan itu selama dua kali dan sempat pula dipenjara. Ibnu Khaldun kemudian meninggalkan negeri itu setelah Wazir Umar bin Abdillah murka.

Ia kemudian terdampar di Granada pada 764 H. Sultan Bani Ahmar menyambut kedatangannya dan mempercayainya sebagai duta negar di Castilla, sebuah kerajaan Kristen yang berpusat di Seville. Tugasnya dijalankan dengan baik dan sukses. Namun tak lama kemudian, hubungannya dengan Sultan kemudian retak.

Dua tahun berselang, jabatan strategis kembali didudukinya. Penguasa Bani Hafs, Abu Abdillah Muhammad mengangkatnya menjadi perdana menteri sekaligus, khatib dan guru di Bijayah. Setahun kemudian, Bijayah jatuh ke tangan Sultan Abul Abbas Ahmad, gubernur Qasanthinah (sebuah kota di Aljazair). Ibnu Khaldun lalu hijrah ke Baskarah.

Di awali dengan menulis kitab Al-Muqaddimah yang mengupas masalah-masalah sosial manusia, Ibnu Khaldun juga menulis kitab Al-`Ibar (Sejarah Umum). Pada 780 H, Ibnu Khaldun sempat kembali ke Tunisia. Di tanah kelahirannya itu, ia sempat merevisi kitab Al'Ibar.

Empat tahun kemudian, ia hijrah ke Iskandaria (Mesir) untuk menghindari kekisruhan politik di Maghrib. Di Kairo, Ibnu Khaldun disambut para ulama dan penduduk. Ia lalu membentuk halaqah di Al-Azhar. Ia didaulat raja menjadi dosen ilmu Fikih Mazhab Maliki di Madrasah Qamhiyah. Tak lama kemudian, dia diangkat menjadi ketua pengadilan kerajaan.

Al-Muqaddimah Karya yang Abadi. Setelah mundur dari percaturan politik praktis, Ibnu Khaldun bersama keluarganya menyepi di Qal'at Ibn Salamah istana yang terletak di negeri Banu Tajin selama empat tahun. Selama masa kontemplasi itu, Ibnu Khaldun berhasil merampungkan sebuah karya monumental yang hingga kini masih tetap dibahas dan diperbincangkan. Dalam pengunduran diri inilah saya merampungkan Al-Muqaddimah, sebuah karya yang seluruhnya orisinal dalam perencanaannya dan saya ramu dari hasil penelitian luas yang terbaik,'' ungkap Ibnu Khaldun dalam biografinya yang berjudul Al-Ta'rif bi Ibn-Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Sharqan. Buah pikir Ibnu Khaldun itu begitu memukau. Tak heran, jika ahli sejarah Inggris, Arnold J Toynbee menganggap Al-Muqaddimah sebagi karya terbesar dalam jenisnya sepanjang sejarah.

Karya Ibnu Khaldun yang cukup terkenal, antaralain;
  1.  Kitab al-I’bar wa Dhuan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-’Arab wa al-’Ajam wa al-Barbar wa man ‘Asharahiim min Dzawi al-Suthan al-Akbar. 
  2. Karya yang dilihat dari judulnya mempunyai gaya sajak yang tinggi ini dapat diterjemahkan menjadi; Kitab contoh-contoh dan rekaman tentang asal-usul dan peristiwa hari-hari arab, Persia, Barbar dan orang-orang yang sezaman dengan mereka yang memiliki kekuatan besar. Oleh karena judulnya terlalu panjang, orang sering menyebutnya dengan kitab al- ‘Ibar saja, atau kadang cukup dengan sebutan Tarikh Ibnu Khaldun. (Ma’arif, 1996:12)
  3. Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun.Dalam volume tujuh jilid, kajian yang dikandung begitu luas menyangkut masalah-maslah sosial, para Khaldunian cenderung menganggapnya sebagai ensiklopedia. (Suharto, 2003:65)
  4. kitab al-Ta ‘rif lbnu Khaldun wa Rihlatuhu Garban wa Syarqan. Adalah kitab otobiografi Ibnu Khaldun secara lengkap di mana ia dipandang sebagai orang besar abad pertengahan yang paling sempurna meninggalkan riwayat hidupnya.(Khudairi, 1987:29)
  5. Karya-karya lain. Selain karya yang telah disebutkan di atas, Ibnu Khaldun sebenarnya memiliki karya-karya lainnya seperti; Burdah al-Bushairi,tentang logika dan aritmatika dan beberapa resume ilmu fiqih. Sementara itu masih ada dua karya Ibnu Khaldun yang masih sempat dilestarikan yaitu sebuah ikhtisar yang ditulis Ibnu Khaldun dengan tangannya sendiri ini diberijudul Lubab al-Muhashal fl Ushul al-Din. Dan kitab Syifa al-Sailfi Tahdzib al-Masatt yang ditulis Ibnu Khaldun ketika berada di Fez, adalah karya pertama yang berbicara tentang teologi skolastik dan karya kedua membahas tentang mistisisme konvensional.



2.2   Abul Kasem Chebi

Abul Kasem Chebi dilahirkan di kota Cheba, Tunisia yang kemudian menjadi nama lakab di belakang namanya, pada tahun 1909 dan meninggal muda dalam usia 25 tahun pada tahun 1934. Kendati demikian, karya-karya sastranya menjulang ke seluruh dunia Arab. Karya-karya sastranya yang membakar semangat dan motivasi melawan takdir (nasib) banyak dijadikan ‘nasyid’ dan lagu heroik, yang juga diteriakkan oleh para demonstran Tunisia ketika menggulingkan Presiden Ben Ali.

Karya sastra Chebi yang mengilhami revolusi tersebut adalah:

إذا الشعب يوما أراد الحياة فلا بد أن يستجيب القدر

Apabila sebuah bangsa ingin “hidup” (merdeka, tinggi, dihormati, maju, dsb),Mereka harus melawan takdir”.

Untuk mengenang jasa-jasanya, di sebuah gunung batu di kota kelahirannya telah dipahat patung  dirinya sebagai sebuah kenangan akan pemikirannya yang berilian dan maju. Untung tidak dihancurkan sebagaimana patung Budha di Afghanistan oleh Taliban.

C.       Karakteristik karya sastra di Aljazair dan Tunisia

Karakteristik karya sastra di Aljazair dan Tunisia hampir sama yaitu banyak dipengaruhi oleh  iklim perang kemerdekaan melawan Perancis. Namun sekaligus timbul paradoks, yakni banyak sastrawan negera di  Afrika Utara ini yang menulis karya sastranya dalam bahasa Perancis dan gaya penulisannya pun tidak jauh berbeda dengan gaya pengarang Perancis.

D.      berita seputar Aljazair dan Tunisia

1.       Aljazair

Indonesia memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Aljazair. Salah satu bentuk peran penting Indonesia itu adalah ketika Pemerintah Indonesia mengundang delegasi dari Aljazair untuk berpartisipasi dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Aljazair meraih kemerdekaan dari Perancis tahun 1962.

Peran penting Indonesia itu diungkap dalam forum seminar internasional yang digelar Kedutaan Besar RI untuk Aljazair di Gedung Arsip Nasional Aljazair pada Minggu (2/6/2013) dalam rangka peringatan 50 tahun hubungan Indonesia-Aljazair.

Aljazair tidak lupa akan jasa besar presiden pertama Indonesia, Soekarno, dalam mendukung perjuangan kemerdekaan bagi negeri mereka. Sebagai bentuk penghormatan akan jasa Bung Karno, Pemerintah Aljazair berencana menggunakan nama Proklamator Indonesia itu sebagai nama jalan.

Demikian kata Duta Besar Aljazair untuk Indonesia, Abdelkrim Belarbi. Ditemui dalam perayaan hari jadi ke-59 di Jakarta, Belarbi mengatakan bahwa Soekarno dikenal rakyat dan merencanakan akan membuat jalan yang bernama Soekarno.

2.       Tunisia

Indonesia dan Tunisa bagaikan saudara jauh yang lama tidak jumpa, dan setelah lima puluh tahun menjalin kerjasama diplomatik, nama Indonesia kembali bergema sampai ke sudut sudut kampung pemerintahan kota di Tunisia.

Bagaimana tidak? Setiap penampilan tim kesenian Indonesia yang khusus didatangkan KBRI Tunis untuk merayakan peringatan 50 tahun sekaligus mengikuti berbagai festival yang digelar di berbagai kota di Tunisia, nama Indonesia bagaikan magnet yang kembali bergema.

"Indonesie, Indonesie, its good," ujar seorang pemuda saat dijumpai penulis, dan bahkan saat para penari dari Liga Tari Krida Budaya Universitas Indonesia (UI) yang membawa misi kesenian Indonesia yang terdiri dari enam penari dan empat pemain musik setiap tampil dalam berbagai festival, selalu mendapat sambutan meriah.


BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN

Kesusastraan Arab di Aljazair dan Tunisia  hampir sama,karena bekas penjajahannya hampir sama yaitu di jajah oleh Prancis. Dan Aljazair sempat menjadikan bahasa Perancis sebagai bahasa utama di samping bahasa Arab. Tapi pada bulan Desember 1990, Majelis Rakyat Nasional (MPR) mengesahkan aturan penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi Aljazair dan melarang perusahaan-perusahaan swasta dan partai politik menggunakan bahasa Perancis dan Barbar. Akibat kebijakan ini, warga Prancis dan keturunanya banyak yang keluar dari Aljazair serta di Tunisia adalah bahasa Arab, dan bahasa Prancis sebagai bahasa kedua, karena Tunisia merupakan negara kolonial Prancis yang merdeka sejak 1956. Penulisan berbagai macam banner di jalanan, atau menu-menu di café, biasanya di tulis dengan dua tulisan, Arab dan Prancis.

B.      SARAN

Pemakalah sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, oleh sebab itu pemakalah berharap agar pembaca senantiasa menyampaikan masukannya kepada pemakalah baik itu berupa kritik atau saran,masukan dari pembaca dapat digunakan sebagai rujukan dalam pembuatan makalah selanjutnya yang semoga dengan masukan tersebut dapat menuntun pemakalah yang jauh lebih baik.




DAFTAR PUSTAKA

-         http://sastra-muslim.blogspot.com/2013/04/kompleksitas-sosial-budaya-yang_3811.html
-          sastrawanpemula.blogspot.com/2013/05/sastra-arab.html

-          tribunnews.com
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar