Aku adalah sebuah sungai kecil. Sungai yang berada sekitar 30 meter
dari belakang rumah tempat tinggal wiwi.
Mungkin bagi sebagian orang, aku hanyalah sebuah tempat bermain untuk anak-anak,
ataupun hanya sebagai tempat memancing, atau tempat untuk santai. tapi bagi
wiwi aku lebih dari itu. bahkan baginya aku mengajarkan banyak hal.
Wiwi adalah pelajar di sebuah SMA yang cukup terkenal dikota itu.
Setelah lulus dari sebuah sekolah Madrasah di kampungnya, masuk ke sebuah SMA
terkenal adalah salah satu impiannya. Dan itulah yang dia rasakan saat ini.
Namun semua tak sesuai seperti apa yang di bayangkannya. Ia harus Berpisah
dengan bapak, kakak dan adiknya di kampung dan harus tinggal bersama tantenya
di kota tempat sekolahnya sekarang. Hal itu membuatnya seakan mengalami luka
batin. Maklumlah Sejak kematian ibunya saat ia kelas 2 SD, ayah, kakak dan
adiknyalah yang bersamanya setiap saat dan memberikan dukungan atasnya.
***
Sore itu, wiwi kembali menemuiku. Entahlah apa yang telah terjadi padanya.
Namun dari raut wajahnya dia seakan sedang memendam sesuatu yang membuat
hatinya terluka. Biasanya setelah bertemu dan berbicara padaku dia terlihat
tegar dan baik-baik saja. Namun kali ini dia tak mengatakan apapun tetapi hanya
menatapku dengan tatapan jauh hingga akhirnya menangis.
Andai aku dapat berbicara, ingin sekali ku ucap sepatah kata untuk
menghiburnya, andai aku seperti manusia, ku ingin sekali memeluknya, ku ingin
mengurangkan sedikit beban yang ada pada wiwi. Ku ingin menghapus air matanya
dan menggantinya dengan tawa bahagia. Namun aku hanyalah sebuah sungai, yang
tak dapat melakukan apa-apa selain menyaksikan kesedihannya. tapi Entah apa yang menurut wiwi aku selalu
memberikannya kekuatan.
***
Wiwi menghapus air mata yang membasahi pipi mulusnya. Kemudian
memandangku dengan senyuman. Aku berfikir, mungkin tangisnya tadi telah
membuatnya legah. Syukurlah… Karena setidaknya aku bisa dijadikannya tempat
menangis. meskipun ku tak tahu hal apa yang membuatnya terluka hingga
meneteskan airmata.
Wiwipun bangkit dari tempat duduknya dan bersiap untuk pulang. Kini
wajahnya tampak bahagia dan tak memikul beban apapun. Hanya saja, aku tahu.
dibalik senyumnya yang manis itu sebenarnya ada luka, duka, lara, dan airmata
yang mesih tertinggal, yang masih harus diobati hingga senyum yang ia keluarkan
adalah benar-benar senyum bahagia penuh keikhlasan.
***
Esok haripun tiba. Tak seperti biasanya. Hari ini wiwi menemuiku
dini hari. ia terlihat rapi mengenakan seragam sekolah. Ingin sekali ku berucap
dan menanyakan “ apa sebenarnya yang
telah dia alami ? apakah kesedihan kemaren masih menggelayuti fikirannya?”
Wiwi menatapku dengan senyuman. Seakan dia mengetahui apa yang
ingin ku tanyakan padanya.
“Sungai..! tularkan kekuatanmu untukku. Sungai..! tularkan ketabahanmu
untukku.” teriak wiwi dengan tatapan dalam penuh makna. Tiga kali wiwi
mengulang kata-kata itu kemudian pergi melanjutkan jalannya ke sekolah.
Di sekolah. wiwi seperti anak paling bahagia yang tak punya beban
apapun, bagaimana tidak, selain cerdas, wiwi juga disayangi guru-gurunya karena
prestasi yang ia raih. Itulah mengapa ia tak pernah membayar sedikitpun biaya
sekolah berkat beasiswa prestasi yang diperolehnya.
Wiwi selalu merahasiakan apa yang selama ini di alaminya.
Tekanan-tekanan yang setiap hari dialaminya membuatnya tak mau pengatakan pada
siapapun selain pada ku. Sungai yang baginya memberi kekuatan.
Bel pulang berbunyi.
Seperti biasa Wiwi harus segera pulang ke rumah. Dan harus tiba
sebelum jam 2. Itulah peraturan dari tantenya. jika ia terlambat pulang maka ia harus
menerima konsekuensi yang diberi tantenya apapun alasannya.
Tiba di rumah, wiwi mengganti seragamnya dan segera makan siang.
Setelah itu ia mencuci piring dan kemudian menyetrika pakaian orang-orang di
rumah itu. ia ingin cepat menyelesaikan tugas-tugasnya agar waktu istirahatnya
bisa lebih banyak.
sekitar pukul 03.11 siang. Semua pekerjaan telah diselesaikannya.
Wiwi bermaksud untuk istirahat dikamarnya. Namun belum sempat masuk ke kamarnya
ia mendengar suara air tumpah dari bak kamar mandi. Segera wiwi pergi mematikan
krannya. Terdengar suara omnya dari luar rumah, tepat di belakang kamar
mandi “siapa itu ? kenapa krannya di
matikan ? cepat hidupkan kembali”. Segera wiwi menghidupkan kran ainya. Ia tak
mengetahui kalau ternyata omnya sedang membersihkan selokan pembuangan air.
Karena beranggapan omnya masih membutuhkan air. wiwi meninggalkan
kamar mandi dengan kran air terbuka dan masuk istrahat ke kamar.
Belum cukup 15 menit terdengar tante berteriak “wiwiiiii…! Mengapa kamu tak mematikan kran air ? kamu tuli atau kamu pura-pura tak mendengarnya wi…? Kamu fikir pembayaran air gratis ? tinggal Cuma numpang, pekerjaan tidak becus.”
Belum cukup 15 menit terdengar tante berteriak “wiwiiiii…! Mengapa kamu tak mematikan kran air ? kamu tuli atau kamu pura-pura tak mendengarnya wi…? Kamu fikir pembayaran air gratis ? tinggal Cuma numpang, pekerjaan tidak becus.”
“maaf tante.. tadi aku sudah mematikannya. tapi kata om jangan
dimatikan karena om masih menggunakannya di luar untuk membersihkan selokan”
kata wiwi dengan maksud membenarkan diri.
Begitu mendengar alasan wiwi, tante lansung meninggalkannya. tiba-tiba
omnya datang dan berkata “ ohhh.. bagus ya.. sekarang sudah berhasil buat om
dan tante salah faham. Kamu Cuma numpang tidak sadar diri. Kalau bukan karena
bapakmu aku tak suka ada orang malas tinggal di rumahku”
Wiwi menunduk diam menahan tangis saat mendengar kata-kata dari
omnya.
***
Setelah shalat maghrib wiwi keluar dari rumah hendak menemuiku. Ia
tak perduli meskipun saat ini malam. Setibanya, wiwi menangis sejadi-jadinya.
“sungai, aku belajar tabah, aku belajar kuat, aku belajar teguh dan
aku belajar ikhlas dari engkau. meskipun banyak halangan dan rintangan yang datang
padamu, kau terus mengalir maju dan tak pernah mundur. sebesar apapun
rintangannya kau berusaha melewatinya, hingga akhirnya kau benar-benar bisa
melewatinya” kata wiwi dengan tangisnya.
”namun aku tak seperti kamu. aku tak bisa sekuat dan setabah kamu. Mulanya
aku mencoba. Namun kali ini, aku tak mampu lagi. Aku benar- benar tak mampu
berada di antara mereka. karena Aku merasa keberadaanku tak diinginkan oleh
mereka.” tambah wiwi
“sungai...! bawa aku pergi. Sungai…!!! bawa aku pergi. sungai…!!!
tolong bawa aku pergi….!! Teriak wiwi dengan tangisnya.