Kamis, 18 Desember 2014

~~** DIA PENGGANTI IBU

“Duhai Hati, tabahlah dikau bersama kami dalam menempuh segala ujian Allah. Ingatlah kembali hadiah-hadiah yang kau peroleh dari Allah. Buka matamu seluas-luasnya. Semuanya milik Allah. Tak satupun punyamu. Semuanya hanyalah pinjaman dari-Nya dan bila masanya Ia bisa mengambil semua kapanpun Ia mau”
Sebait  tulisan yang ku baca dalam buku harian kaka. Tulisan yang selalu terngiang kala hatiku teringat akan bunda.

Waktu itu, aku baru kelas II SD, sedang adikku belum mengenyam pendidikan apapun. Bundaku yang kala itu telah sakit berbulan-bulan akhirnya menghembuskan nafas terahirnya di pangkuan ayah. Dan sejak saat itulah kakaku yang menjadi tempatku dan adikku mengeluh disaat bapakku tak berada di dekat kami.

Kaka adalah orang yang sabar menghadapi kenakalan-kenakalanku dan adikku kala kami banyak tingkah, mendidik kami dengan lembut tanpa kekerasan, mengajarkan aku saat ada tugas sekolah, dan membacakan kami dongeng kala tidur malam. Sungguh kaka menjadi pengganti ibu kami.

Walau  kakaku mengerjakan berbagai tanggung jawab rumah, namun kaka tidak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang siswa. kaka adalah siswa  berprestasi di sekolahnya. Bahkan Ia pernah memperolah juara satu saat mengikuti lomba cerdas cermat tingkat provinsi.

Setiap hari kaka harus bangun sebelum subuh, usai sholat subuh kaka lansung mengerjakan berbagai pekerjaan rumah agar tidak terlambat ke sekolah. Mulai dari Mencuci piring, menyiapkan sarapan,, dan menyiapkan makan siang nantinya kemudian disimpan di lemari makan. Karena setiap hari kaka pulang sekolah sekitar pukul setengah 2 siang. Pekerjaan itu tiap hari di lakukannya dengan ikhlas tanpa ada sedikitpun keluhan.

Pernah suatu ketika ayahku jatuh sakit akibat penyakit yang di deritanya. Waktu itu aku telah kelas  V SD dan adikku telah masuk SD. hampir setiap hari kaka ke sekolah selalu terlambat. Dan hampir setiap hari pula kakaku menerima nasihat dan masukan dari guru-gurunya.

“Sebagai kelas  XII seharusnya kamu lebih memfokuskan dirimu untuk menghadapi Ujian nasioanal, jika tidak jangan menyesal jika kamu tidak lulus” kata bu Elis wali kelas kakaku.
Mengetahui hal itu, aku mulai membantu meringankan pekerjaan kaka. mulai belajar mencuci piring lalu menyapu rumah dan halaman. Aku tak bisa membayangkan seberapa capeknya kaka yang selama ini mengerjakan semua pekerjaan rumah. Aku saja hanya menyapu halaman sudah merasa badanku begitu pegal.

Memasuki hari kaka Ujian nasional. Waktu itu aku bangun terlambat. Saat bangun, kaka telah berangkat ke sekolah. Aku tak mengerjakan tugasku. Ku lihat di atas meja telah ada sarapan untuk bapak, aku, dan adikku. Ku lihat dapur, semua telah kaka bereskan dengan rapi. Kubuka RiceKooker. Nasi telah masak. Ku lihat lemari makan lauk untuk siangpun telah ia siapkan.

Segera aku masuk ke kamar dan membangunkan adikku agar sarapan dan siap-siap kesekolah. Ku lihat seragamku dan seragam adik telah kaka siapkan. Ku dapati ada sebuah pesan dari kaka yang ditulisnya di sobekan kertas.

“dek,  jangan lupa setelah makan siang nanti piringnya segera dicuci. Usai sekolah kaka tak lansung pulang karena ada belajar tembahan di Rumah guru”

Aku menangis membaca pesan kaka. meski kaka sedang ujian, kaka masih bisa mengatur waktunya untuk mengurusi kami. Aku berdoa semoga kaka mendapatkan nilai terbaik dalam ujiannya. Akupun bertekat akan membahagiakan kaka, adik dan ayahku.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar