MAKALAH
“ONTOLOGI”
OLEH
KELOMPOK IV :
MUH.ISHAK
MUH.TAHIR BADDU
LAODE MUH MASHUDI
RIYADAH SHAGIRAH
SITTI MARWAH DM
ZULFIANI IDRIS
JURUSAN
SASTRA ARAB
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASSANUDDIN MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehedirat Allah
SWT yang telah memberikan kita nikmat dan hidayah-NYA, sehingga penulisan
makalah ini dapat kami selesaikan.
Sholawat dan salam tak lupa kita kirimkan kepada Sayyidul
ambiya’ wal mursalin yaitu nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia
dari zaman kejahilan yang gelap gulita, menuju zaman islam yang terang
benderang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Makalah ini membahas tentang “ONTOLOGI” dalam kajian ilmu
Filsafat baik dari segi pengertian, objek, serta persoalan yang berkatan
dengannya.
Dalam penulisan makalah ini tentu saja masih terdapat
banyak kekeliruan, maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan sebagai bahan perbaikan, karena kami menyadari bahwa “tiada gading yang tak retak, tiada lautan
yang tak berombak dan tiada manusia yang tak luput dari salah dan khilaf”.
Sebagai penutup, kami ucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang turut membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini. Dan semoga
makalah ini memberikan manfaat…….!
Makassar Oktober 2012
Kelompok IV
BAB
I
PENDAHULUAN
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi tersebut membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Ontologi membahas realitas atau suatu
entitas dengan apa adanya, membahas tentang yang ada yang universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Pembahasan mengenai ontologi berarti
membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi
memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk
itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir
didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan
realitas, atau
dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas
dalam semua bentuknya.
Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari suatu pengetahuan dengan jalan
melakukan pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat
tersebut berusaha membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan atau
penelitiannya tersebut. Dengan demikian, ilmu merupakan suatu kegiatan yang
sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut yang jelas dari mana suatu ilmu
pengetahuan berasal.Karena sifat yang operasional tersebut, ilmu pengetahuan
tidak dapat menempatkan diri dengan mengambil bagian dalam pengkajiannya. Maka
pada makalah ini akan dirumuskan masalah apa saja yang ada dalam pembahasan
ini.
1. Apakah
yang di maksud dengan ontology ?
2. Apa
objek kajian filsafat ilmu aspek ontology
?
1) Sebagai
bahan diskusi kelompok.
2) Menjalankan
tugas dari dosen
1. Memahami pengertian ontologi.
2. Mengetahui objek kajian filsafat ilmu aspek
ontologi.
3. Mengetahui persoalan apa saja yang ada pada
aspek ontologi.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut bahasa, ontologi berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu On/Ontos=ada, dan Logos=ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang
yang ada.
Menurut islitah, ontologi adalah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality, baik yang
berbentuk jasmani/konkret, maupun rohani/abstrak.
Beberapa pengertian menurut para ahli :
1.
JUJUN S.SURIASUMANTRI (1985),
Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh
kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang
“ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
·
apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
·
bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
·
bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan.
2. SOETRIONO & HANAFIE (2007)
Ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup
wujud yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis atau obyek formal dari
pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari obyek
ontologi atau obyek formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu yang
menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam
kenyataan dan keberadaan.
3. SIDI
GAZALBA,
ontologi
mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu, disebut
ilmu hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama, ontologi
mempersoalkan tentang Tuhan.
4. THE LIANG GIE
Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar
yang mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi
persoalan-persoalan:
·
Apakah
artinya ada, hal ada?
·
Apakah
golongan-golongan dari hal yang ada?
·
Apakah
sifat dasar kenyataan dan hal ada?
·
Apakah
cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori logis yang
berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal, abstraksi dan
bilangan) dapat dikatakan ada ?
5. AMSAL BAKHTIAR
dalam bukunya Filsafat Agama I mengatakan ontologi
berasal dari kata yang berwujud. Ontologi adalah teori/ilmu tentang wujud,
tentang hakikat yang ada. Ontologi tak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi
berdasar pada logika semata-mata.
6. ENSIKLOPEDI BRITANNICA Yang juga diangkat dari Konsepsi
Aristoteles
Ontologi Yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti karakteristik
dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi
filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda
untuk menentukan arti , struktur dan prinsip benda tersebut. (Filosofi ini
didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM)
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh
realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau
jumlah, objeknya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi
aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme.
Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira cukup banyak. Hanya dua yang
terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural ontologik akan
diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles
dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami
sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek
materialisme dari mental.
Dalam mempelajari ontologi muncul beberapa
pertanyaan yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari
masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai
ontologi. Pertanyaan itu berupa:
·
“Apakah
yang ada itu? (What is being?)”,
·
“Bagaimanakah
yang ada itu? (How is being?)”, dan
·
“Dimanakah
yang ada itu? (What is being?)”.
a. Aliran Monoism
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu
hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang
asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa ruhani. Tidak mungkin ada
hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya
merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya.
Plato adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia
menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monisme
oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi
ke dalam dua aliran :
a) Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
ruhani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat
mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales
(624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena pentingnya
bagi kehidupan. Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal itu
adalah udara, dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan.
Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom
yang banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang
merupakan asal kejadian alam
b) Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang
tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang
fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya
merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi
benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran
sejati.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348
SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada
idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati
ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang
menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
b.
Aliran
Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri
dari dua macam hakikat (substansi) sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi
dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu
masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan
keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini.
Gagasan tentang dualisme
jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang
eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles
berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa “kecerdasan” seseorang (bagian dari
pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik.
Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan
raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik.
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650
M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu
dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Ini
tercantum dalam bukunya Discours de la Methode (1637) dan Meditations de Prima
Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia menerangkan metodenya yang
terkenal dengan Cogito Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian Doubt).
Disamping Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza (1632-1677 M), dan
Gitifried Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M).
c.
Aliran
Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam
bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui
bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of
Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan
alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah
Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu
terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh
modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M), yang mengemukakan bahwa
tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang
berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.
d.
Aliran
Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang
berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas
alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev
pada tahun 1862 di Rusia.
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah
ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (485-360 SM) yang
memberikan tiga proposisi tentang realitas.
a) Tidak ada sesuatupun yang eksis.
b) Bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat
diketahui.
c) Sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia
tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich
Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk kebebasan dan
kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi diarahkan pada suatu dunia di
belakang atau di atas dunia di mana ia hidup.
e.
Aliran
Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia
untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata
agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos, yang berarti unknown. A artinya
not, gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang
mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang
berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat
eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang
terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang
menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi
sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke
dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976
M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya
manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean Paul
Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat
beradanya manusia bukan entre (ada), melainkan a entre (akan atau sedang).
Jadi, agnostisisme adalah paham
pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda,
baik materi maupun ruhani atau dapat pula di artikan bahwa Agnotisisme adalah suatu pandangan filosofis bahwa suatu nilai
kebenaran dari suatu klaim tertentu yang umumnya berkaitan dengan teologi, metafisika, keberadaan Tuhan, dewa, dan lainnya
yang tidak dapat diketahui dengan akal pikiran manusia yang terbatas.
2) Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)
Apakah yang ada itu sebagai sesuatu yang tetap,
abadi, atau berubah-ubah? Dalam hal ini, Zeno (490-430 SM) menyatakan bahwa
sesuatu itu sebenarnya khayalan belaka. Pendapat ini dibantah oleh Bergson dan
Russel. Seperti yang dikatakan oleh Whitehead bahwa alam ini dinamis, terus
bergerak, dan merupakan struktur peristiwa yang mengalir terus secara kreatif.
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu
berada dalam alam ide, adi kodrati, universal, tetap abadi, dan abstrak.
Sementara aliran materilisme berpendapat sebaliknya, bahwa yang ada itu
bersifat fisik, kodrati, individual, berubah-ubah, dan riil.
Lorens Bagus
memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu :
·
abstraksi fisik, Abstraksi fisik menampilkan
keseluruhan sifat khas sesuatu objek;
·
Abstraksi bentuk, abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum
yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis.
·
abstraksi metaphisik. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip
umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh
ontologi adalah abstraksi metaphisik.
1.
Ontologi Yang Bersahaja
Kebanyakan orang setidak-tidaknya mengadakan
pembedaan antara barang-barang yang dapat dilihat, diraba, yang tidak bersifat
kejasmanian atau yang dipahamkan ‘jiwa’. Kadang kadang orang kebanyakan
menjumpai mereka yang berpendirian bahwa sesungguhnya jiwa itu tidak ada, yang
ada dalam kenyataannya ialah barang kejasmanian.
2.
Ontologi Kuantitatif dan
Kualitatif
Ontologi dapat mendekati masalah hakekat
kenyataan dari dua macam sudut pandang. Orang dapat mempertanyakan, “kenyataan
itu tunggal atau jamak?” yang demikian ini merupakan pendekatan kuantitatif.
Atau orang dapat juga mengajukan pertanyaan, “dalam babak terakhir, apakah yang
merupakan kenyataan itu?’ yang demikian ini merupakan pendekatan secara
kualitatif. Dalam hubungan tertentu, segenap masalah dibidang ontology dapat
dikembalikan kepada sejumlah pertanyaan yang bersifat umum, seperti “bagaimanakah
cara kita hendak membicarakan kenyataan”
kejadian sebagai katagori pokok.William R. Dennis seorang pengenut
paham naturalisme dewasa ini mengatakan, naturelisme modern-ketika berpendirian
bahwa apa yang di namakan kenyataan pasti bersifat kealaman-beranggapan bahwa
katagori pokok untuk memberikan keterangan mengenai kenyataan ialah kejadian.
Kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu merupakan satuan-satuan penyusun
kenyataan yang ada, dan senantiasa dapat dialami oleh manusia biasa. Hanya
satuan-satuan semacam itulah yang merupakan satu-satunya penyusun dasar bagi
segenap hal yang ada
BAB III
PENUTUP
1.
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu :
On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat
yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret
maupun rohani/abstrak
2. Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang di
telaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ? bagaimana
hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert berpikir, merasa
dan mengindera) yang membuakan pengetahuan?.
3. ontologi meliputi hakikat kebenaran dan kenyataan yang
sesuai dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari perspektif filsafat
tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu.
Adapun monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme dengan
berbagai nuansanya, merupakan paham ontologi yang pada akhirnya menentukan
pendapat dan kenyakinan kita masing-masing tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu.
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia bahasa Indonesia
http://Nitanurrahmawati>blogarchive
Wibisono.
Filsafat Ilmu. (Online), (http://cacau.blogsome.com