Kamis, 29 Januari 2015

MAKALAH DASAR-DASAR FILSAFAT “ONTOLOGI”

MAKALAH 
“ONTOLOGI”

OLEH
KELOMPOK IV :

MUH.ISHAK
MUH.TAHIR  BADDU
LAODE MUH MASHUDI
RIYADAH SHAGIRAH
SITTI MARWAH DM
ZULFIANI  IDRIS

JURUSAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASSANUDDIN MAKASSAR
2012

 

KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehedirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat dan hidayah-NYA, sehingga penulisan makalah ini dapat kami selesaikan.

Sholawat dan salam tak lupa kita kirimkan kepada Sayyidul ambiya’ wal mursalin yaitu nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman kejahilan yang gelap gulita, menuju zaman islam yang terang benderang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Makalah ini membahas tentang “ONTOLOGI” dalam kajian ilmu Filsafat baik dari segi pengertian, objek, serta persoalan yang berkatan dengannya.

Dalam penulisan makalah ini tentu saja masih terdapat banyak kekeliruan, maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan sebagai bahan perbaikan, karena kami menyadari bahwa  “tiada gading yang tak retak, tiada lautan yang tak berombak dan tiada manusia yang tak luput dari salah dan khilaf”.

Sebagai penutup, kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini. Dan semoga makalah ini memberikan manfaat…….!

Makassar Oktober 2012

Kelompok IV

BAB I

PENDAHULUAN



Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Ontologi membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya, membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.

Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari suatu pengetahuan dengan jalan melakukan pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat tersebut berusaha membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan atau penelitiannya tersebut. Dengan demikian, ilmu merupakan suatu kegiatan yang sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut yang jelas dari mana suatu ilmu pengetahuan berasal.Karena sifat yang operasional tersebut, ilmu pengetahuan tidak dapat menempatkan diri dengan mengambil bagian dalam pengkajiannya. Maka pada makalah ini akan dirumuskan masalah apa saja yang ada dalam pembahasan ini.


1.      Apakah yang di maksud dengan ontology  ?
2.      Apa objek kajian filsafat ilmu aspek ontology  ?


1)     Sebagai bahan diskusi kelompok.
2)     Menjalankan tugas dari dosen


1.      Memahami pengertian ontologi.
2.      Mengetahui objek kajian filsafat ilmu aspek ontologi.
3.      Mengetahui persoalan apa saja yang ada pada aspek ontologi.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN



Menurut bahasa, ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu On/Ontos=ada, dan Logos=ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
Menurut islitah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality, baik yang berbentuk jasmani/konkret, maupun rohani/abstrak.

Beberapa pengertian menurut para ahli :

1.      JUJUN S.SURIASUMANTRI (1985),
Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
·         apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
·         bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
·         bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti    berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.

2.      SOETRIONO & HANAFIE (2007)
Ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis atau obyek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari obyek ontologi atau obyek formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.

3.      SIDI GAZALBA,
ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu, disebut ilmu hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama, ontologi mempersoalkan tentang Tuhan.

4.      THE LIANG GIE
Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan:
·         Apakah artinya ada, hal ada?
·         Apakah golongan-golongan dari hal yang ada?
·         Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada?
·         Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal, abstraksi dan bilangan) dapat dikatakan ada ?

5.      AMSAL BAKHTIAR
dalam bukunya Filsafat Agama I mengatakan ontologi berasal dari kata yang berwujud. Ontologi adalah teori/ilmu tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika semata-mata.

6.      ENSIKLOPEDI BRITANNICA Yang juga diangkat dari Konsepsi Aristoteles
Ontologi Yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda untuk menentukan arti , struktur dan prinsip benda tersebut. (Filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM)



Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, objeknya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira cukup banyak. Hanya dua yang terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme dari mental.


Dalam mempelajari ontologi muncul beberapa pertanyaan yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang mengenai ontologi.  Pertanyaan itu berupa:
·         “Apakah yang ada itu? (What is being?)”,
·         “Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)”, dan
·         “Dimanakah yang ada itu? (What is being?)”.


a.       Aliran Monoism

Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa ruhani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Plato adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran :

a)     Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.

Aliran pemikiran ini  dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang merupakan asal kejadian alam

b)     Idealisme

Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.

b.      Aliran Dualisme

Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat (substansi) sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini.

Gagasan tentang dualisme jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa “kecerdasan” seseorang (bagian dari pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik.

Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Ini tercantum dalam bukunya Discours de la Methode (1637) dan Meditations de Prima Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia menerangkan metodenya yang terkenal dengan Cogito Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian Doubt). Disamping Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M).

c.       Aliran Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas.

Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M), yang mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.

d.      Aliran Nihilisme

Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia.

Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (485-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas.
a)     Tidak ada sesuatupun yang eksis.
b)     Bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui.
c)      Sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.

Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi diarahkan pada suatu dunia di belakang atau di atas dunia di mana ia hidup.

e.       Aliran Agnostisisme

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos, yang berarti unknown. A artinya not, gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.

Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada), melainkan a entre (akan atau sedang).

Jadi, agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun ruhani atau dapat pula di artikan bahwa Agnotisisme adalah suatu pandangan filosofis bahwa suatu nilai kebenaran dari suatu klaim tertentu yang umumnya berkaitan dengan teologi, metafisika, keberadaan Tuhan, dewa, dan lainnya yang tidak dapat diketahui dengan akal pikiran manusia yang terbatas.

2)     Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)

Apakah yang ada itu sebagai sesuatu yang tetap, abadi, atau berubah-ubah? Dalam hal ini, Zeno (490-430 SM) menyatakan bahwa sesuatu itu sebenarnya khayalan belaka. Pendapat ini dibantah oleh Bergson dan Russel. Seperti yang dikatakan oleh Whitehead bahwa alam ini dinamis, terus bergerak, dan merupakan struktur peristiwa yang mengalir terus secara kreatif.


Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu berada dalam alam ide, adi kodrati, universal, tetap abadi, dan abstrak. Sementara aliran materilisme berpendapat sebaliknya, bahwa yang ada itu bersifat fisik, kodrati, individual, berubah-ubah, dan riil.



Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu :
·         abstraksi fisik, Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek;
·         Abstraksi bentuk,  abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis.
·         abstraksi metaphisik.  Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.


1.      Ontologi Yang Bersahaja


Kebanyakan orang setidak-tidaknya mengadakan pembedaan antara barang-barang yang dapat dilihat, diraba, yang tidak bersifat kejasmanian atau yang dipahamkan ‘jiwa’. Kadang kadang orang kebanyakan menjumpai mereka yang berpendirian bahwa sesungguhnya jiwa itu tidak ada, yang ada dalam kenyataannya ialah barang kejasmanian.

2.      Ontologi Kuantitatif dan Kualitatif


Ontologi dapat mendekati masalah hakekat kenyataan dari dua macam sudut pandang. Orang dapat mempertanyakan, “kenyataan itu tunggal atau jamak?” yang demikian ini merupakan pendekatan kuantitatif. Atau orang dapat juga mengajukan pertanyaan, “dalam babak terakhir, apakah yang merupakan kenyataan itu?’ yang demikian ini merupakan pendekatan secara kualitatif. Dalam hubungan tertentu, segenap masalah dibidang ontology dapat dikembalikan kepada sejumlah pertanyaan yang bersifat umum, seperti “bagaimanakah cara kita hendak membicarakan kenyataan”

kejadian sebagai katagori pokok.William R. Dennis seorang pengenut paham naturalisme dewasa ini mengatakan, naturelisme modern-ketika berpendirian bahwa apa yang di namakan kenyataan pasti bersifat kealaman-beranggapan bahwa katagori pokok untuk memberikan keterangan mengenai kenyataan ialah kejadian. Kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu merupakan satuan-satuan penyusun kenyataan yang ada, dan senantiasa dapat dialami oleh manusia biasa. Hanya satuan-satuan semacam itulah yang merupakan satu-satunya penyusun dasar bagi segenap hal yang ada

BAB III

PENUTUP



1.      Ontologi  berasal dari  bahasa  Yunani  yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak

2.      Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ? bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuakan pengetahuan?.

3.      ontologi meliputi hakikat kebenaran dan kenyataan yang sesuai dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari perspektif filsafat tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu. Adapun monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologi yang pada akhirnya menentukan pendapat dan kenyakinan kita masing-masing tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu.




DAFTAR PUSTAKA


Wikipedia bahasa Indonesia
http://Nitanurrahmawati>blogarchive
Wibisono. Filsafat Ilmu. (Online), (http://cacau.blogsome.com

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar